ADA dua isu pendidikan di balik gejolak politik di Malaysia sekarang ini: soal sertifikat ujian nasional dan pelajaran menulis Jawi.Sampai-sampai menteri pendidikan nasionalnya diminta mundur oleh Perdana Menteri (saat itu) Dr Mahathir Muhamad.
Ini bermula dari janji
kampanye. Koalisi Pakatan Harapan, waktu itu, menjanjikan UEC disamakan dengan
STPM.Janji itu sebagai salah satu
platform untuk mengakomodasi perjuangan Partai Aksi Demokrasi –partainya orang
Tionghoa.
Orang Tionghoa di Malaysia
memang terus berjuang agar UEC dianggap sejajar dengan STPM.Tujuannya: agar lulusan sekolah
Tionghoa unggulan bisa otomatis masuk universitas di mana saja di Malaysia.Juga agar pemegang UEC bisa menjadi
pegawai negeri di kantor apa pun.Ada
lebih 300 sekolah Tionghoa unggulan seperti itu di seluruh Malaysia. Jumlah
pemegang ijazah UEC (tingkat SMA unggulan) sudah mencapai 650.000 orang.
Baca Juga:Banyak Perempuan Jadi Korban Aksi Terorisme, Fatayat Kabupaten Cirebon Garap Isu RadikalismeIni Alasan BIJB dan Pelabuhan Indramayu Jadi Titik Transit 69 WNI ABK Diamond Princess
Mereka terpaksa harus
kuliah di luar negeri. Atau tidak kuliah. Atau harus ikut ujian nasional untuk
mendapat STPM.Lebih 300 SMA
unggulan itu membentuk asosiasi. Sejak 45 tahun lalu. Asosiasi itu menentukan
standar kualitas. Yang kualitasnya turun tidak boleh lagi jadi anggota
asosiasi.
Asosiasi sekolah unggulan
Tionghoa itu juga menyelenggarakan ujian kelulusan sendiri. Dengan standar yang
tinggi pula. Mereka yang lulus berhak mendapatkan ijazah UEC.Selama ini ijazah UEC sudah diakui di
universitas di negara maju. Tanpa test. Termasuk untuk masuk universitas di
Inggris, Amerika, dan Singapura.
Bagi yang kaya tidak ada
masalah. Tapi bagi keluarga Tionghoa yang pas-pasan hal itu dianggap
memberatkan.Setelah Pakatan Harapan
memenangkan pemilu 2018 janji itu dituntut. Khususnya kepada Menteri Pendidikan
Dr Maszlee Malik.Maszlee adalah
anggota DPR baru dari Dapil Simpang Renggam, Johor. Umurnya 45 tahun. Ibunya
seorang Tionghoa dari suku Hakka. Ayahnya seorang Melayu.
Awalnya Mahathir sulit
mencari calon Mendiknas. Karena itu saat pertama mengumumkan susunan kabinet
jabatan Mendiknas dibiarkan kosong. Mahathir sendiri yang merangkap menjadi
Mendiknas.Beberapa hari kemudian
Mahathir kian terjepit. Ia dikritik habis akibat tidak segera mengangkat
Mendiknas.
Akhirnya ia temukan Dr