MUNCULNYA wacana transportasi massal berbasis bus antar kota dalam provinsi atau Trans Jawa Barat (Jabar), mesti dibedakan dengan bus rapid transit (BRT). Pasalnya, ada beda konsep mendasar antara dua moda transportasi massal tersebut.
Pemerhati Lalu Lintas Perkotaan, Ade Danu menjelaskan, BRT dan
Trans Jabar mesti didudukan dalam dua konsep terpisah. Trans Jabar meski masih
wacana, tapi trayeknya lintas daerah. Sehingga tidak bisa disebut BRT lagi. Akan
tetapi menjadi tapi angkutan AKDP (antar kota dalam provinsi). “Harus dipahami,
BRT dengan Trans Jabar tujuannya berbeda. Regulasinya juga berbeda,” kata Ade,
kepada Radar Cirebon, Senin (9/3).
Trans Jabar, kata Ade, orientasinya mengarah pada bisnis
ransportasi murni. Dari sisi tujuan dan regulasinya juga berbeda. Apalagi
sebenarnya sudah ada Damri.
Baca Juga:TMMD, Prajurit Bangun PAUD untuk MasyarakatInvestor BRT Mundur, Layanan Transportasi Tanggung Jawab Pemerintah
Dengan adanya keinginan nantinya BRT disatukan dengan Trans Jabar, hal tersebut menjadi kontraprodukti dengan layanan transportasi massal. Sekaligus menunjukkan ketidaksiapan pemerintah kota mengelola BRT.
“Saya melihatnya sebagai bukti bahwa Pemkot Cirebon sebenarnya belum siap padahal ini buat kepentingan warga Kota Cirebon. Untuk urusan transportasi massal ini, pemkot harus fokus dan tulus,” katanya.
Ia menyarankan untuk membagi tahapan operasi. Bisa saja tahap pertama fokus untuk memenuhi kebutuhan transportasi anak sekolah. Di mana ada sisi edukasi untuk membiasakan sejak dini menggunakan transporasi massal. Setelah itu, baru tahap selanjutnya.
Namun yang menjadi penekanan adalah, pelayanan transportasi
merupakan kewajiban pemerintah. Undang-undang juga mengamanatkan itu.
Anggota Komisi I DPRD, Yusuf juga mempertanyakan konsep BRT Trans
Cirebon. Juga kesiapan operasionalnya. Sebab, terlihat dari rancangan trayek yang
digunakan. Targetnya cenderung bias.
Dengan menyasar sisi luar seputaran kota dan perbatasan
Kabupaten Cirebon, justru hanya beberapa sekolah saja yang dilintasi. Juga tidak
mencerminkan pergerakan masyarakat. “Kalau mengacu trayek sementara, justru BRT
kurang fleksibel untuk siswa sekolah. Orang nanti milihnya transportasi
online,” ujar Yusuf.
Sejauh ini, sambung Yusuf, langkah nyata menuju operasional
pun tidak terlihat. Halte yang disebutkan sudah siap, tidak kunjung dibangun
dan ditentukan titiknya. Sosialisasi awal juga tidak dilakukan. Begitu juga