CIREBON – Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Perpres Nomor 75 tahun 2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan, disambut positif Wakil Ketua Umum Bidang Agama dan Sosial Kemasyarakatan DPP Partai Hanura, Arwani Syaerozi. Menurutnya putusan MA tersebut meringankan masyarakat.
“Apa pun konsekeunsi atas pembatalan ini, pemerintah khususnya BPJS Kesehatan harus taat, karena ini keputusan resmi mengikat. Putusan MA ini juga meringankan masyarakat,” jelas Arwani Syaerozi, dalam pers rilisnya.
Politisi Hanura ini mengingatkan dual hal penting terkait pembatalan kenaikan iuran BPJS oleh MA. Pertama, pemangku kebijakan BPJS harus tetap memrioritaskan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, dengan cara melakukan pembenahan hal-hal yang selama ini dianggap tidak efisien dan tidak efektif. Kedua, masyarakat harus proaktif membayar iuran BPJS sesuai dengan prosedur dan premi kelasnya.
Baca Juga:Masuk Siklus Puncak Musim HujanKuota Jamaah Haji Berkurang 5 Kursi
“Dua hal ini penting, agar layanan kesehatan yang dikelola pemerintah melalui BPJS dapat dirasakan maksimal oleh masyarakat,” pungkas Arwani.
Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan BPJS per 1 Januari 2020. Hal itu berdasarkan keputusan MA yang mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Iuran BPJS pun kembali ke tarif semula. Yakni untuk kelas 1 sebesar Rp 80 ribu. Kemudian untuk kelas 2 sebesar Rp 51 ribu. Sementara untuk kelas 3 sebesar Rp 25.500.
“Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, dikutip dari detikcom, Senin (9/3/2020).
Duduk sebagai ketua majelis yaitu Supandi dengan anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi. Menurut MA, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
“Bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. Bertentangan dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 171 UU Kesehatan,” ucap majelis.
Pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi:
Pasal 34