Dikatakannya, status
keadaan darurat sudah ditetapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Doni Monardo untuk 28 Januari-28 Februari 2020 dalam rapat koordinasi
dengan di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(Kemenko PMK) membahas pemulangan WNI yang ada di Wuhan, China.
Dalam perkembangannya,
Kepala BNPB lalu ditunjuk oleh Presiden Jokowi menjadi Ketua Gugus Tugas
Percepatan Penanggulangan Covid-19. Pemerintah lewat BNPB kemudian
memperpanjang status keadaan darurat dari 29 Februari sampai 29 Mei 2020 untuk
menanggulangi bencana non-alam tersebut.
“Kemudian karena skalanya
makin besar dan Presiden memerintahkan untuk melakukan percepatan maka ada
perpanjangan status. Diperpanjang lagi karena sampai saat ini belum ada
daerah-daerah maupun nasional yang menetapkan status keadaan darurat sehingga
BNPB perlu memperpanjang lagi,” paparnya.
Baca Juga:Eskalasi Wabah Virus Corona MeningkatStadion Bima untuk Pasien Corona, Akan Dipakai Jika Situasi Mendesak
Menurut Agus, sesuai
dengan instruksi Presiden maka kepala daerah dapat mengeluarkan status keadaan
darurat, baik berupa siaga darurat atau tanggap darurat. Status siaga darurat,
kata dia, mungkin bisa ditetapkan oleh daerah yang belum menemukan kasus
positif Covid-19 di wilayahnya sebagai bentuk antisipasi.
Status tanggap darurat
sendiri bisa dikeluarkan untuk daerah yang sudah menemukan banyak kasus positif
di wilayahnya. Seperti Jakarta dan Jawa Barat. Penetapan status oleh kepala
daerah baik gubernur, walikota, atau bupati harus melalui konsultasi Kepala
BNPN Doni Mornardo sebagai ketua gugus tugas.
“Jika daerah-daerah
tersebut sudah menetapkan status keadaan darurat maka status keadaan tertentu
yang BNPB keluarkan bisa tidak berlaku lagi. Itu salah satu strateginya karena
kita harus bekerja, kita harus mengeluarkan anggaran sehingga perlu payung
hukum sehingga aman semuanya,” jelas Agus. (dim/fin/ful)