Perjalanan Menjadi Pasien Covid-19 di Awal Pandemi

alat-tes-corona-buatan-china
Ilustrasi alat tes deteksi virus corona, tes covid-19, tes corona(Shutterstock)
0 Komentar

Saudara dan kerabat? Saya sangat mengerti untuk sekarang mereka semua menghindari kontak langsung dengan saya. Nyetir sendiri? Saya benar-benar tidak kuat. Gocar atau taksi? Sungguh dzalim saya terhadap driver-nya. Ini masih hari ke 16 pasca pengumunan pasien pertama covid-19. Sudah terbayang gimana chaos nya nanti di RS ketika virus sudah mewabah jika prosedurnya masih seperti ini.
Sebenarnya saya juga sudah muak dengan perlakuan RS ini yang berkali-kali seolah ingin mengusir saya segera. Jelas-jelas kondisi saya sesak dan demam tinggi tapi mereka tetap ngotot bilang saya stabil. Saya tau sebenarnya mereka takut jika orang-orang tahu mereka merawat pasien suspect covid-19, RS mereka akan sepi seperti RS swasta di Depok yang apes merawat pasien covid pertama di indonesia beberapa waktu lalu. Sebenarnya saya sudah nekad mau pulang sendiri, apalagi ketika saya tidak bisa menghubungi keluarga karena batrai HP saya habis dan tidak ada suster yang mau meminjamkan saya charger. Selain karena tante terus ngotot melarang, memang demam saya tidak juga turun walau pihak RS sudah mem “bom” saya dengan penurun panas agar saya bisa segera pulang.

Rabu, 18 Maret 2020
Kondisi saya makin tidak stabil. Demam makin tinggi, batuk makin parah dan dada makin sesak. Saya sangat menggigil karena kondisi AC yang sentral padahal saya sudah diberikan selimut berlapis. Saya masih di IGD khusus suspect covid dan keluarga diminta segera mencari RS rujukan jika memang ingin dirujuk.
Teman-teman pun akhirnya ikut membantu mencarikan RS yang bisa menerima pasien PDP. Akhirnya melalui bantuan teman yang memiliki koneksi ke salah satu RS BUMN, ditambah adik saya punya sejawat yang kerja disana, saya bisa dirujuk kesana karena ternyata RS tersebut baru saja ditunjuk pemerintah sebagai salah satu RS BUMN rujukan covid-19.
Namun karena status saya masih PDP, saya hanya bisa menempati ruang isolasi covid19 VVIP non subsidi pemerintah. Okelah, keluarga tidak masalah karena sekarang yang paling penting adalah keselamatan saya. Mungkin akan lebih baik saya disana karena dipastikan saya akan diisolasi sendirian tidak seperti di RS rujukan pemerintah lain yang tiap ruang isolasinya sudah diisi lebih dari 1 orang karena membludaknya jumlah pasien covid. Namun karena ruang VVIP tersebut sedang dipersiapkan dan baru bisa ditempati besoknya, keluarga kembali bernegosiasi dengan RS swasta tempat saya sekarang ini agar saya tidak dipulangkan dulu.

0 Komentar