Kita tahu, toko-toko online Indonesia belakangan ini disuntik dana investasi asing besar-besaran untuk menjadi menjadi unicorn/decacorn. Investor asing bisa masuk ke perdagangan ritel online berkat kebijakan liberal Pemerintahan Jokowi.
Pada 2016 dan 2018, pemerintah membuka kepemilikan 100% investasi asing di 95 bidang usaha, salah satunya di bidang ritel online.
Baik Choiri maupun Yudhistira menyebut bahwa banjir investasi asing pada unicorn/decacorn toko online bertanggungjawab atas defisit perdagangan, yang pada gilirannya memicu defisit neraca berjalan (CAD), dan secara laten memperlemah nilai rupiah.
Jadi, toko-toko online swasta unicorn itu hampir tidak ada manfaatnya dalam pengembangan UKM lokal. Sebaliknya, dalam praktek justru membahayakan kondisi ekonomi negeri kita, serta menciptakan ketergantunan negeri kita atas barang impor.
Kondisi itu relevan dengan apa yang dikeluhkan oleh Presiden Jokowi sendiri beberapa waktu lalu: “kenapa bahkan cangkul pun harus kita impor dari luar negeri.”
Menurut saya, sangat ironis, jika Menteri Teten (tanpa menimbang hal-hal di atas) justru menjalin kerjasama dengan toko online seperti Blibli. Kerjasama itu juga akan lebih menguntungkan Blibli ketimbang UKM yang ingin dibela oleh Pak Menteri Teten.
Dalam beberapa tahun terakhir, raksasa rokok Djarum, Sampoerna dan Gudang Garam bersaing satu sama lain untuk menguasai jaringan ritel hingga pedesaan.
Mereka punya program yang mirip satu sama lain untuk “memodernisasi” kios kelontong pedesaan: Djarum Retail Partnership (DRP yang belakangan disatukan dengan Blibli); Sampoerna Retail Community (SRC); dan Gudang Garam Strategic Partnership (GGSP).
Kios-kios kelontong pedesaan itu tak hanya menjual rokok, tapi juga produk konsumsi lain. Ini penetrasi yang lebih agresif dari jaringan Indomart dan Alfamart yang sudah berlangsung beberapa tahun terakhir.
Kehadiran minimarket (swalayan modern) tak hanya meminggirkan pedagang/pasar tradisional, tapi juga memperbesar ketergantungan desa terhadap produk-produk dari kota. Ini memperlemah sentra-sentra produksi dan ekonomi lokal, yang pada gilirannya memicu ketimpangan dan kemiskinan.
Pengakuan tentang dampak buruk minimarket bahkan datang dari pemerintah sendiri. Pada 2018 lalu, pemerintah berjanji akan mengeluarkan “peraturan presiden tentang pengendalian minimarket”. Tapi, alih-alih membatasi, pemerintah justru membiarkan ekspansi jaringan ritel hingga jauh ke pelosok desa oleh raksasa rokok tadi.