Sudah 8 tahun Sukena menantikan keberangkatan ke Tanah Suci. Segala sesuatunya telah dipersiapkan calhaj berusia 80 tahun itu. Apadaya, penantian itu kandas. Haji tahun ini dibatalkan karena pandemi Covid-19.
KHOIRUL ANWARUDIN, Cirebon
SUKENA tercatat sebagai warga Jl Sekar Kemuning RT 02 RW 03, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Ditemui siang kemarin, dia mengaku sudah mendapatkan kabar pembatalan haji yang diumumkan Menteri Agama Fachrul Razi. “Kalau info dari Kemenag belum. Ini baru tahu setelah dikabarkan oleh saudara,” ucap Sukena kepada Radar Cirebon.
Sebelum ada pemberitahuan pembatalan keberangkatan ibadah haji, dia masih optimistis pelaksanaan ibadah haji tetap dapat terlaksana. Semua kebutuhan pun sudah dipersiapkan. Hanya tinggal berangkat saja. Rencananya Sukena akan berangkat bersama dengan anak sulungnya, Sukiman (50), anak ketiga Tarsini (45), serta menantunya Neni Yani (47). Mereka sudah mendaftar haji sejak tahun 2012 lalu.
“Semua sudah siap. Ya namanya dua bulan lagi akan berangkat, pasti semuanya sudah siap. Bahan untuk baju juga sudah dikirim dan sudah dijahit. Paspor dan semuanya juga sudah siap. Ya bisa dibilang tinggal berangkat saja,” ceritanya.
Perempuan yang memiliki 6 anak, 22 cucu, dan 2 cicit ini mengakui dengan dibatalkannya keberangkatan ibadah haji tahun ini, dia hanya bisa pasrah. Dia memahami keputusan ini karena sejauh ini Arab Saudi belum memberikan keputusan apapun terkait pelaksanaan ibadah haji. Terlebih dengan situasi pandemi Covid-19 yang juga belum mereda.
Untuk bisa mewujudkan impianya ke Tanah Suci, Sukena mengaku harus menabung selama bertahun-tahun. Sedikit demi sedikit ia sisihkan penghasilannya dari berjualan sayur di Pasar Harjamukti untuk berangkat haji. “Dulu bareng suami jualan kangkung di pasar. Tapi kemudian suami ibu kecelakaan, tidak bisa jualan lagi,” ungkapnya.
Meski sudah tak ditemani sang suami untuk berjualan sayur, namun dia mengaku tetap gigih untuk menabung. Namun sayangnya, sekitar 5 tahun lalu dia mengalami insiden yang menyebabkan kakinya patah. Dia tidak lagi berjualan sayuran dan memilih di rumah saja bersama anak bungsunya.
“Awalnya sih 5 tahun lalu ibu mau berangkat karena umur ibu yang sudah tua jadi dimajukan. Tapi sebelum meninggal, suami berpesan kalau berangkatnya bareng anak. Jadi ibu ikuti bareng anak,” lanjut perempuan kelahiran 11 Maret 1940 tersebut.