Munadi yang merupakan alumni dari SDN Losari tahun 1971 tersebut ini mengaku kaget ketika ingin membayar PBB (pajak bumi dan bangunan) di tahun 2000 sudah tidak bisa dengan alasan bangunan tersebut sudah milik negara. “Kami sendiri tidak merasa menerima surat pemberitahuan bahwa bangunan tersebut telah disita negara. Kata papih saya sebelum meninggal, katanya ketika jaman Soeharto, bangunan tersebut dianggap sebagai perkumpulan orang PKI, akhirnya disita. Tetapi kami heran, itu kan dulu sekolahan, kok dianggap PKI,” ucapnya.
Munadi sendiri berharap bangunan tersebut kembali difungsikan sebagai tempat pendidikan. “Harapan kami agar bangunan ini kembali difungsikan sebagai tempat pendidikan. Atau setidaknya dijadikan sebagai cagar budaya. Jangan dikosongkan dan tidak terurus seperti sekarang ini,” jelasnya.
Camat Losari, Muhlas, mengaku belum mengetahui jika bangunan Gedung Pancasila tersebut kini milik Pemkab Cirebon. “Saya kira itu punya perseorangan. Tadinya mau saya usulkan juga untuk dijadikan cagar budaya,” ujar Muhlas, kemarin.
Pantauan Radar Cirebon, bangunan ini terbengkalai. Tak terurus. Pada bagian depan bangunan banyak tumbuhan liar. Tepat di atas pintu masuk terdapat tulisan bahwa bangunan dan tanah tersebut kini milik Pemkab Cirebon. Bagian dalam depan dan tengah sudah tampak rusak. Namun di bagian belakang gedung dihuni oleh beberapa penjual kerupuk.
Penjual kerupuk, Rendi, bersama 6 orang rekannya sudah mendiami bagian belakang gedung ini selama 8 tahun terakhir ini. “Kami butuh tempat tinggal dan tempat mengolah kerupuk. Tujuannya juga agar gedung ini tidak terlihat menyeramkan, jadi kami tempati bagian belakangnya,” ujar warga Ciamis itu kepada Radar, kemarin.
Rendi mengaku ia dan rekan-rekannya hanya dikenakan membayar PBB. “Oleh pemdes kami dipersilakan menempati gedung ini di bagian belakangnya. Kami hanya membayar uang PBB gedung ini dan biaya sewa. Total kami bayar Rp1,5 juta satu tahun,” pungkasnya. (*)