“Kita sebetulnya sudah buat tenda, ditempatkan petugas di sana untuk mengarahkan pengunjung supaya cuci tangan, pakai masker dan lainya. Tapi kadangkala pengunjung yang masuk dari pintu lain, tidak terjangkau untuk diingatkan,” tuturnya.
Selain protokol kesehatan cuci tangan, penerapan physical distancing juga belum bisa dilakukan. Kondisi ini karena pengaturan pedagang, jarak antar lapak memang tidak disiapkan untuk kondisi seperti sekarang ini. Pengunjung pasar juga belum memiliki kesadaran untuk menerapkan protokol jaga jarak.
Pasar tradisional memang punya masalah sendiri dengan penerapan protokol ini. Lain dengan pengaturan pengunjung di mall yang pintu masuknya bisa dibatasi. Sehingga setiap pengunjung yang hendak masuk ke bisa diarahkan oleh keamanan dan wajib untuk mencuci tangan terlebih dahulu. Kemudian pengawasan untuk dilakukan jaga jarak.
Di Pasar Drajat, pengelola sebenarnya telah menyiapkan satu wastafel dengan penampungan air yang berada tepat di depan pintu masuk. Dalam wastafel tersebut juga terlihat ada sabun dan keran dengan air yang mengalir. Selembar kain lap juga tergantung di salah satu sisi wastafel. Semuanya masih berfungsi normal.
Namun, sebuah wastafel yang berada di dalam area pasar, tak tersedia sabun untuk mencuci tangan. Sabunnya sudah habis dan belum diganti baru. Hal yang sama juga terlihat di Pasar Kanoman. Keberadaan wastafel masih banyak diabaikan oleh pengunjung. Padahal lokasinya cukup strategis. Berada di bawah gapura masuk. Sabun dan air juga tersedia.
Dua wastafel portabel lain yang berada di samping jalan masuk juga bernasib sama. Kondisinya masih lumayan baik dan masih tersedia sabun dan juga air mengalir. Namun kesadaran warga untuk mencuci tangan masih cukup rendah.
Kondisi yang sama juga terlihat di Pasar Induk Jagasatru. Dua wastafel potabel yang berada di depan pasar dan sebuah wastafel yang berada di belakang pasar juga masih kurang diminati. Tak sedikit pengunjung yang datang dan langsung masuk ke dalam area pasar.