MAJALENGKA – DPRD Majalengka menginisiasi Raperda tentang Penyelenggaraan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas. Raperda tersebut diusulkan kemudian dijawab bupati 14 Februari lalu. Sempat tersendat karena wabah Covid-19, Kamis (4/6) lalu Pansus Raperda tersebut menggelar rapat kerja dengan berbagai elemen organisasi disabilitas.
Selain dihadiri ketua dan anggota pansus, rapat kerja juga dihadiri perwakilan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), National Paralympic Committee Indonesia (NPCI), Komunitas Disabilitas Bangkit (Kodiba), Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), dan perwakilan tokoh masyarakat.
Ketua Pansus Raperda Penyelenggaraan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas Firda Hidayat SE mengatakan rapat kerja tersebut untuk mendengarkan masukan atau aspirasi yang diharapkan para penyandang disabilitas. Meskipun hampir semua aspirasi sudah tercantum dalam draf Raperda Disabilitas tersebut.
“Kami ingin memastikan keinginan para penyandang disabilitas terwakili dalam Perda nanti, dan Alhamdulillah mayoritas sudah tercantum dalam raperda. Paling hanya sedikit penyesuaian atau perbaikan,” terang Firda.
Selanjutnya, Pansus Raperda Disabilitas akan menggelar rapat kerja dengan OPD-OPD terkait Rabu (10/6) untuk menyinkronkan berbagai persoalan dan pembahasan. Firda berharap Juli mendatang raperda rampung dibahas dan segera diparipurnakan untuk disahkan menjadi perda.
Sementara Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) cabang Majalengka, Maman Surahman menilai perda mutlak harus ada karena sudah ada paung hokum di atasnya yakni Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Saat pertemuan dengan pansus, pihaknya memperjuangkan 8 hak yang sangat mendesak dari 22 hak yang tercantum dalam undang-undang.
“8 poin tersebut yang sangat urgen yang belum maksimal diberlakukan di Majalengka. Contohnya akses di RSUD Majalengka belum memadai untuk disabilitas. Bahkan Dinas Sosial juga belum ramah disabilitas,” ujar Maman saat ditemui di SLBN Majalengka, Senin (8/6).
Maman juga mencontohkan, basis penyandang tunanetra terdapat di Kelurahan Babakanjawa tapi akses untuk tunanetra di Babakanjawa belum mendukung. Bahkan dia mencontohkan ketidakadilan bagi pelajar SLB. Dimana sekolah umum setiap masuk sekolah dijaga polisi, Satpol PP maupun Dishub tapi perlakuan tersebut tidak ada di SLB yang menurutnya justru lebih membutuhkan.