FRAKSI PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Cirebon naik pitam. Pasalnya, pimpinan DPRD membuka ruang kericuhan audiensi bersama ratusan kuwu di gedung wakil rakyat, Senin (8/6) lalu. Mengubah alur tuntutan.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Cirebon, H Mustofa SH mengatakan, dalam posisi ini fraksi PDIP merasa disudutkan. Padahal, statemen anggota DPRD komisi IV saat talk show itu atas pertanyaan dari host terkait karut marutnya bansos ditengah pandemi covid-19.
“Kemudian di jawab oleh anggota komisi IV. Hanya saja, tata bahasa tidak disiapkan. Sehingga muncul justifikasi para kuwu. Yang akhirnya menimbulkan reaksi,” kata pria yang akrab disapa Jimus itu, kepada Radar, usai rapat tertutup Fraksi PDIP, Selasa (9/6).
Menurutnya, yang bersangkutan sendiri sudah meminta maaf dan klarifikasi. Namun yang disayangkan adalah tuntutan para Kuwu justru meluas. Yang menimbulkan kericuhan di ruang paripurna. Tanpa memikirkan social distancing di tengah pandemi covid-19.
“Karena itu, fraksi PDIP meminta pimpinan DPRD bertanggung jawab atas kericuhan peristiwa kemarin di gedung DPRD,” tegas mantan ketua DPRD Kabupaten Cirebon periode 2014-2019 itu.
Anggota DPRD empat periode itu menjelaskan, yang bertanggungjawab bukan hanya pimpinan DPRD. Tapi, komisi IV juga harus bertanggungjawab dan melakukan evaluasi. Sebab, timbulnya kekisruhan itu juga dari kegiatan komisi IV.
“Tapi, kondisi saat ini berbeda. Kesannya ada cipta kondisi demi kepentingan popularitas dan sebuah Kekeliruan langkah. Yang akhirnya, berdampak mendiskreditkan fraksi PDI Perjuangan. Artinya, saya tegaskan lagi khususnya pimpinan DPRD juga harus bertanggungjawab,” jelasnya.
Dia mengungkapkan, terjadinya kekisruhan para kuwu di gedung dewan akibat buruknya komunikasi pimpinan. Pimpinan rapat audiensi juga harus bertanggung jawab karena melanggar social distancing.
Apalagi, lokasinya berada di pusat pemerintahan dan Sumber menjadi salah satu lokasi yang zona merah karena ada pasien terkonfirmasi positif covid-19. Disamping itu, ada penyampaian pimpinan yang ujungnya tidak mampu mengendalikan kondisi.
“Saya menilai, kericuhan kemarin itu karena pimpinan rapat tidak bisa mengendalikan forum audiensi. Artinya secara tidak langsung pimpinan DPRD membuka ruang kericuhan dan merusak citra DPRD,” tegasnya.