Baru 5 langkah lolos dari pengecekan. Petugas lain memberikan face shield atau alat pelindung wajah. Ini alternatif dari masker hidung dan mulut. Gratis.
Setelah itu, beres. Tanpa harus menunggu, kereta Ranggajati sudah terparkir. Melangkah lah menuju tempat duduk sesuai tiket. Memang sepi. Tidak seperti perjalanan kereta api biasanya.
Di sini, physical distancing betul-betul diterapkan. Kapasitas tempat duduk yang seharusnya untuk 2 orang, hanya untuk 1 orang. Tanda (X) terpasang. Warna kuning. Dilarang duduk bersebelahan. Bebas diri ini. Lega.
Streaming Youtube, juga tanpa harus khawatir diintip tetangga. Lama-kelamaan, penghalang muka transparan membuat risih. Saya harus mengenakannya lebih dari 10 jam. Walau kadang dicopot-pasang, untuk mengelap embun dari pernafasan.
Inginnya sih dilepas saja. Tapi, mau bagaimana lagi. Yang lain patuh. Masa saya tidak. Malu dong. Dan ini juga sudah menjadi bagian dari aturan. Lelah rasanya di dalam. Ini perjalanan darat yang lumayan memakan waktu.
Sepanjang perjalan petugas melakukan pengecekan suhu tubuh secara rutin. Menggunakan thermo gun. Penumpang yang memiliki suhu tubuh di atas 37,3 derajat, akan dipindah di ruang khusus. Tidak diturunkan. Hanya dipisahkan, dari pengunjung yang memiliki suhu tubuh di bawah itu. Apapun alasannya. Asal untuk kebaikan. Sudah pasti membuat nyaman.
Kemudian yang berbeda. Adalah kantin berjalan di atas troli makanan. Biasanya selalu dijajakan. Menghampiri kursi-kursi penumpang. Tidak kali ini. Penumpang dibiarkan duduk manis. Hanya perlu memesan lewat WhatssApp.
Harganya Rp35 ribu. Untuk 1 porsi nasi padang dengan rendang. Saya pesan. Sayang paket nasi itu kurang lengkap. Sambel kok hilang. Atau bagaimana. Lainnya hampir sama. Sunyi dan sepi menjadi pembeda utama.
Perjalanan kereta api di tengah pandemi covid-19, rasanya memang sangat berbeda. Tidak seperti biasanya. Seperti nasi padang-rendang tanpa sambal itu. (*)