Seniman Hajatan Tak Mampu Bertahan

Abd-Pospesci-Seniman Hajatan (1)
Anggota Papesci menunjukkan pernyataan sikap kepada pemerintah terkait larangan pelaksanaan hajatan pernikahan, Minggu (21/6). Foto: Abdullah/Radar Cirebon
0 Komentar

CIREBON – Dampak Pandemi Covid-19 membuat pekerja seni terutama yang mengandalkan pesta pernikahan, menganggur selama 3,5 bulan. Selama itu pula, mereka tidak berpenghasilan.
Atas dasar itu, Paguyuban Pekerja Seni Kota Cirebon (Papesci) meminta pemerintah untuk mencabut surat pelarangan hiburan di hajatan. Mengingat selama beberapa bulan terakhir, mereka tidak punya penghasilan. Kalaupun ada bantuan sosial, kompensasinya tidak setara. “Bantuan kami cuma dapat sekali. Itu juga bantuan sembako dari presiden,” ujar Juru Bicara Papesci, Gatot Eko, kepada Radar Cirebon, Minggu (21/6).
Disampaikan dia, menganggung dalam rentang waktu selama itu, membuat para seniman hajatan kelimpungan. Mengingat kebutuhan rumah tangga tidak bisa ditawar. Sebenarnya, Papesci sudah audiensi DPRD dan juga mengajukan hal serupa ke walikota Cirebon.
Dalam pertemuan dengan DPRD, Papesci meminta pemkot untuk tidak lagi menerapkan PSBB. Kemudian memperbolehkan dilaksanakannya pesta hajatan pernikahan. Mengingat di usaha ini, terlibat banyak pekerja. Mulai dari seniman panggung, hingga tukang bongkar pasang tenda, operator sound system dan organ tunggal.
Soal bantuan dari pemerintah, Papesci mengungkapkan, hanya 58 orang yang dapat. Padahal, mereka yang terlibat dalam seniman hajatan saja mencapai 1.000-an lebih. “Kami inginnya kerja lagi dan diperbolehkan beraktivitas. Kita nganggur pendapatan  nol rupiah,” harap Gatot.
Paspeci, kata dia, telah membuat survei kepada 127 responden seniman. Dari jumlah itu, diperkirakan kerugian yang diderita selama 3 bulan terakhir mencapai Rp703 juta.
Tanpa kompensasi yang diberikan pemerintah, dan bila terus dilakukan pelarangan tanpa pelonggaran, seniman dan pekerja hajatan tidak akan bisa bertahan lebih lama. “Syawal ini kan harusnya mrema, tapi karena covid dan pemerintah melarang, kami rugi besar,” tegasnya.
Seperti diketahui, pemerintah memang belum memperbolehkan dilaksanakannya resepsi pernikahan. Kalaupun ada pelonggaran sifatnya hanya pelaksanaan akad nikah di luar kantor urusan agama (KUA).
Terhitung tanggal 10 Juni, Direktorat Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran: P-006/ DJ.III/ Hk 00.7/6/2020 tentang pelayanan nikah menuju masyarakat produktif aman Covid-19.
Surat edaran tersebut,  secara otomatis mencabut ketetapan sebelumnya, yakni Surat Edaran Dirjen Bimas Islam nomor: P-003/ DJ.III/ Hk.00.7/ 04/ 2020 perubahan atas surat edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam nomor: P-002/ DJ.III/ Hk.00.7/ 03/ 2020 tentang pelaksanaan protokol penanganan Covid-19.

0 Komentar