Untuk menjaga jarak aman, bangku pengunjung dikurangi kapasitanya menjadi 2 orang saja. Meski begitu, di beberapa los yang pengunjungnya ramai, aturan jaga jaga ini juga tak terlalu diperhatikan.
Tidak hanya di selter, lapak PKL Stadion Bima juga demikian. Pengunjung sama-sekali tidak saling menjaga jarak maupun menggunakan masker.
Di pasar tradisional juga kondisinya tidak lebih baik. Selain sulit menerapkan jaga jarak, warga yang beraktivitas di pasar banyak yang tidak menggunakan masker.
Kondisi serupa juga dijumpai di sekitar Alun-alun Keraton Kasepuhan. Penggunaan masker dan jaga jarak masih menjadi kebiasaan yang masih sulit untuk diterapkan.
Salah satu warga yang sedang berbelanja membeli di salah satu warung di Alun-alun Kasepuhan, Siti Fajar mengatakan, alasannya tidak memakai masker karena memang sedang terburu-buru dan tak sempat mengambil masker.
Di sisi lain, ia juga mengaku tidak terlalu paham dengan bagaimana penerapan AKB. Dirinya hanya tahu penggunaan masker bila harus bepergian ke tempat-tempat tertentu, seperti sekolah dan pusat perbelanjaan. “Biasanya saya pakai masker kalau ke supermarket,” ucapnya.
Kepala Dinas Kesehatan, dr Edy Sugiarto tidak menampik fakta bahwa masyarakat belum benar-benar memahami konsep new normal. Besar kemungkinan, yang dipahami adalah kehidupan sudah kembali normal setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berakhir. Padahal, esensinya tidak demikian. “Kalau begini, new normal bisa jadi new danger,” kata Edy, kepada Radar Cirebon, Jumat (3/7).
Dia cukup prihatin dengan kondisi ini. Meningkatnya mobilitas masyarakat seharusnya diimbangi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Edy membagi masyarakat dalam empat kelompok dalam merespons wabah covid-19 dan new normal. Yang pertama adalah denial. Kelompok yang memilih acuh terhadap covid-19. Mereka tidak menggunakan masker, jaga jarak dan protokol kesehatan lainnya.
Kelompok kedua adalah rejection. Mereka menolak fakta virus corona ada, menganggapnya sebagai konspirasi atau kepentingan bisnis dan sebagainya.
Kelompok ketiga adalah receptive. Mereka yang menerima fakta bahwa wabah virus corona menuntut dilakukanya adaptasi kebiasaan baru, pencegahan dan penerapan hal yang perlu dilakukan agar tidak tertular. Kelompok keempat adalah worried. Mereka yang dilanda ketakutan atas virus ini.