Nasib Pedagang Musiman Bendera Jelang Agustusan

via- bendera (2)
SEPI: Ali Baba, pedagang bendera di lingkungan Stadion Ranggajati, tengah menunggu pelanggan dan pembeli. FOTO: NUR VIA PAHLAWANITA/RADAR CIREBON
0 Komentar

Pandemi Covid-19 turut berimbas pada pedagang musiman bendera. Pedagang musiman bendera merah putih jelang peringatan hari kemerdekaan RI ke-75 tahun 2020, kini gigit jari. Seperti yang dirasakan Ali Baba, yang berjualan di depan GOR Ranggajati-Sumber.NURVIA PAHLAWANITA, Sumber
 
ALI Baba sudah berjualan bendera musiman Agustusan sejak 40 tahun silam. Biasanya, dia sudah mulai jualan bendera sejak bulan Maret. Namun karena Covid-19, maka ia baru mulai berjualan.
“Biasanya mrema sudah dari Februari karena menghadapi hari jadi Kabupaten Cirebon. Ini saya mrema jualan lagi saat Agustusan. Sudah mau dua minggu jualan, baru laku 10 potong bendera,” ungkap Ali kepada Radar, kemarin.
Ali yang asli warga Kelurahan Sumber, Blok Link Kliwon, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, menjajakan bendera dan pernak-pernik Agustusan di area Stadion Ranggajati Sumber.
“Sehari-hari saya makan dikasih sama anak. Tapi kalau sudah musim Agustusan, hari jadi Kabupaten Cirebon, HUT Bhayangkara, saya sengaja berjualan lumayan keuntungannya. Tapi karena corona jadi sepi,” keluhnya.
Biasanya, kata Ali, sejak bulan Juni pembeli semakin banyak. Kebanyakan yang membeli bendera dan umbul-umbul merah putih dari instansi pemerintahan serta sekolah.
“Ya karena Covid, tidak boleh ada perayaan. Terus katanya sekolah juga bakalan libur lagi. Jadi ya keadaannya sepi. Sehari kadang ada yang beli, kadang sama sekali tidak ada yang beli,” ujarnya.
Harga bendera merah putih beraneka ragam. Itu disesuaikan dengan ukuran dan bentuk potongan serta bahan kain bendera. Bendera dengan ukuran 90×60 cm dihargai Rp20 ribu, ukuran 115×80 cm dibanderol Rp35 ribu. Ukuran 180-80 cm dihargai Rp80 ribu, umbul-umbul ukuran 5 meter dibanderol Rp150 ribu, tongkat bendera Rp12 ribu.
“Itu harga bisa ditawar lagi. Harga tergantung ukuran dan jenis kainnya. Untuk kain yang bagus, seperti kain jemping dibanding kain saten. Kain jemping tahan panas dan tidak mudah luntur,” ujar Ali.
Sebelumnya, tambah Ali, ia dan keluarganya sendiri yang membuat pernak-pernik 17 Agustus. Mereka membeli kain, motong dan menjahitnya sendiri.
“Iya waktu badan masih roso, masih banyak sehatnya bikin sendiri. Kalau sekarang dapat ngulak lagi (belanja) ke tukang jahit. Saya harap peringatan Agustusan tetap ada. Setidaknya, apel atau upacara lah biar bendera saya laku,” harap Ali. (*)

0 Komentar