Pihaknya menerangkan, tanggal 13 Juli 2020 lalu, datang surat peringatan terakhir dari Satpol PP, dan bunyinya 7 hari sejak saat itu mereka akan menyegel jika pembangunan tidak dihentikan. Padahal sejak 26 Juni, pembangunan sudah dihentikan.
“Ini jelas kesewenang-wenangan. Pemerintah maunya apa? Harapan kami, tidak ada diskriminasi. Kalau yang lain boleh dimakamkan di tanah dan dengan adat sendiri, kenapa kami tidak? Kami meminta hentikan diskriminasi terhadap masyarakat adat Sunda Wiwitan,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Satuan Pamong Praja Kabupaten Kuningan, Indra Purwantoro mengatakan, pihaknya berpegang pada aturan Perda No 13 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Izin Mendirikan Bangunan. Disebutkan, dalam Perda tersebut melarang mendirikan bangunan yang menyimpang dari rencana pembangunan yang ditetapkan dalam IMB.
“Kami tidak mempermasalahkan pembangunan makamnya. Tetapi yang jadi masalah adalah keberadaan batunya. Dalam aturan menyebutkan, keberadaan batu tersebut masuk dalam kategori tugu. Sedangkan mereka mengajukan perizinan untuk pembangunan makam,” ungkap Indra.
Indra menegaskan, hal ini yang menjadi pertimbangan Pemerintah Kabupaten Kuningan berketetapan melarang kelanjutan pembangunan batu satangtung tersebut. Keputusan tersebut, lanjut Indra, berdasarkan hasil diskusi dengan instansi terkait, salah satunya Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
“Oleh karena itu, kami sudah mengeluarkan beberapa kali surat peringatan (SP) dan sekarang sudah masuk tahap peringatan ketiga. Kami masih memberi kesempatan kepada pihak Paseban untuk melakukan pembongkaran sendiri hingga 30 hari batas waktu yang ditentukan. Jika tidak, maka nanti kami yang akan melakukan pembongkaran,” tegas Indra. (*)