Dari hasil panen sehari kisaran 500 kg sampai 1 ton satu kelompok petani mangga di Kecamatan Jatibarang mereka hanya mampu menjual hasil panennya antara 20-30 % saja perhari. Sehingga ongkos kerja dengan barang yang terjual tidak sebanding. Lebih banyak hasil buah mangga yang tidak terjual. Sehingga biaya operasional lebih mahal tidak sebanding dengan keuntungan penjualan.
Hal itupun dirasakan para bandar atau pengepul buah mangga di Jatibarang. Mereka mengeluhkan sepinya orderan pesanan buah mangga dari para pengepul atau bandar buah mangga kota-kota besar seperti Jakarta, dan Bandung.
“Saya berharap ada perhatian para pemangku kebijakan, baik daerah maupun pusat untuk bisa membantu para petani mangga dalam hal kesulitan pemasaran dan mendapatkan harga yang layak,” ujar Zaelani.
Sementara itu, Pengamat Distribusi Pemasaran Mangga Indramayu, Ayi Sumarna SP mengatakan, rendahnya daya beli masyarakat dan meruginya para petani dipicu dampak dari Covid-19. Sepinya pesanan buah mangga dari pengepul yang ada di kota besar, tidak sebanding dengan hasil petikan atau penjualan mangga.
“Belum lagi untuk bayaran orang kerja yang harian. Hasil petikan sedikit atau banyak bayarannya sama sehari full. Sedangkan pemasarannya sedang terkendala. Harus ada perhatian dari stakeholder pemkab sampai pusat agar para petani mangga yang terdampak Covid-19, tidak kesulitan dalam pemasaran,” ujarnya. (oni)