Mantan Kadensus 88 Antiteror Polri ini mempertanyakan alasan mengapa red notice Djoko Tjandra tidak diperpanjang. “Bisa ditanyakan ke Polri maupun Kejaksaan Agung. Meski pejabat tahun 2009-2014 sudah berganti. Namun, bisa telusuri. Di mana kerja samanya, koordinasinya, dan komunikasinya,” jelas Bekto.
Dia berharap, Propam dapat mengusut tuntas surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi terkait Djoko Tjandra. “Propam harus dapat mengungkap bagaimana surat tersebut bisa dibuat. Karena di samping ada permintaan dari seseorang yang disebut dalam dasar surat di NCB Interpol, ada mekanisme pembuatan surat dan beberapa otentifikasi berupa paraf sebagai bentuk pertanggungjawaban,” paparnya.
Seperti diketahui, Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Wibowo diperiksa Propam Polri. Nugroho diperiksa terkait hilangnya status red notice Djoko Tjandra. Nugroho diduga telah melanggar kode etik Polri. Namun, Propam Polri masih memeriksa saksi-saksi lainnya.
Sementara itu, Kejagung menyatakan tidak pernah meminta penghapusan status red notice Djoko Tjandra. “Kami tidak pernah meminta untuk penghapusan red notice Djoko Tjandra. Sehingga red notice itu seharusnya masih berlaku,” kata Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono.
Kejagung berpendapat, red notice semestinya masih berlaku. Sebab, Djoko Tjandra belum tertangkap. Kejagung menetapkan Djoko Tjandra sebagai DPO pada 2009. “Sebelum yang bersangkutan tertangkap. Menurut hemat kami, red notice masih tercatat di data Interpol,” pungkas Hari. (rh/fin)
Red Notice Joko Tjandra Terdelete By Sistem
