Penataan Panjunan Tunggu Perhitungan Kerohiman WTP

kawasan-pesisir-panjunan
Foto udara kawasan muara Sungai Sukalila, Jumat (10/7). Kelurahan Panjunan menjadi salah satu objek pengentasan kawasan kumuh. Foto: Okri Riyana/Radar Cirebon
0 Komentar

CIREBON – Tim appraisal telah apresiasi telah menyelesaikan tugas untuk observasi warga terdampak pembangunan (WTP) kawasan pesisir Kelurahan Panjunan. Pekan ini, tim fokus kepada penghitungan besaran yang kerohiman yang mesti dibayarkan pemkot.
Wakil Walikota, Dra Hj Eti Herawati mengatakan, sejauh ini warga terdampak bersikap kooperatif. Bahkan mereka bersedia ketika tim appraisal turun ke lapangan untuk mewawancarai dan mengecek kondisi bangunan.
Pemkot tinggal menunggu hasil perhitungan dari  tim appraisal. Begitu selesai, akan dilihat apakah anggaran yang sudah disiapkan sekitar Rp1,4 miliar mencukupi atau tidak. “Jadi kalau belum cukup, nanti kita anggarkan tambahannya di APBD perubahan,” kata Eti, kepada Radar Cirebon, Minggu (19/7).
Hingga saat ini, pemkot masih menunggu hasil perhitungan tersebut. Di tempat terpisah, Kepala Bidang Kawasan Permukiman DPRKP, Khaerul  Bahtiar menambahkan, pendataan secara administrasi sudah selesai.
Setelah itu, PPK menunggu tim terpadu tentang mekanisme penyaluran dana kerohiman. Setelah setuju apakah transfer atau tunai, akan diproses lebih lanjut. Bila pembayaran lewat transfer, nantinya masyarakat akan diarahkan membuat rekening dulu.
Setelah itu, dinas teknis menunggu tim terpadu mengusulkan nama WTPuntuk dibuat SK walikota. “Itu pun tergantung review dari  tim appraisal. Kalau warga setuju dan tidak ada protes maka akan kita proses selanjutnya,” terangnya.
Sementara itu, sejumlah warga di Pesisir Panjunan berharap Pemerintah Kota Cirebon merealisasikan pembangunan rumah susun yang direncanakan dibangun di kawasan dekat muara.
Marni adalah salah satu warga yang menduduki bantaran sungai Sukalila. Marni sudah tinggal di bantaran kali sekitar 10 tahun. Di rumah semi permanen itu, ia tinggal bersama tiga anaknya yang masih sekolah.
“Kalau ada kompensasi, paling untuk ngontrak setahun. Nah kalau ada rusun itu, warga di sini harus dapat prioritas,” ungkapnya.
Dengan kondisi seperti saat ini, Marni tak dapat membayangkan. Ia yang hanya pedagang kecil begitu terpukul dengan adanya pandemic Covid-19. Sejak sekolah diliburkan, praktis usahanya berjualan juga ikut libur. “Kalaupun mau ditata, dibagusin rusunnya juga perlu dibikin. Tapi itu, programnya berbeda,” ucap doa.

0 Komentar