Mengapa Masih Ada yang Bilang Covid-19 Hoax?

okri- uji swab di pasar pagi (1)
Tim Dinas Kesehatan Kota Cirebon melakukan pengambilan spesimen swab, belum lama ini. Di tengah pandemi covid-19, sebaran informasi bohong memperparah keadaan. Foto: Okri Riyana/Radar Cirebon
0 Komentar

Kampanye terkait covid-19 juga harus dilakukan sampai lini paling bawah mengenai bahaya penyakit ini. “Masyarakat rentan mendapatkan informasi dari berbagai sumber yang tidak jelas. Sehingga informasi yang didapatkan tumpang tindih,” tukasnya.
TEORI KONSPIRASI
Audi Ahmad R SPsi dalam tulisannya di Wacana Radar Cirebon menyebutkan bahwa, selain pandemi Covid-19 juga menyebarkan informasi simpang-siur. Salah satunya adalah teori konspirasi mengenai Covid-19.
Informasi yang belum tentu benar tersebut masih ada yang percaya, bahkan tidak sedikit. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Audi mengutiop Douglas, dkk, 2019. Dari sudut pandang psikologi, setidaknya ada beberapa motif atau alasan seseorang dapat memercayai teori konspirasi.
Yang pertama, motif epistemic. Berkaitan dengan upaya untuk mencari jawabatan atas apa yang terjadi di lingkungan sekitar, misalnya dengan mencari pola-pola tertentu dalam suatu kejadian yang berdampak luas.
Yang kedua, motif eksistensial. Terkait dengan kebutuhan akan rasa aman dan kebutuhan untuk mengendalikan keadaan. Biasanya dialami oleh individu yang merasa tidak memiliki kendali terhadap situasi sosial dan politik.
Kemudian motif sosial yang berkaitan dengan keinginan untuk mempertahankan citra yang baik dari kelompok dan mencari kambing hitam atas peristiwa yang dialami oleh kelompok tersebut.
Dapat dilihat dari ketiga motif tersebut, kata Audi, mempercayai teori konspirasi adalah cara untuk memperoleh rasa aman  dan upaya menyelamatkan diri bagi diri sendiri atau kelompok.
Selain itu, alasan lain mempercayai teori konspirasi adalah ingin dianggap unik dan keren atau berbeda dari orang kebanyakan karena memiliki informasi yang dianggap rahasia. Alasan tersebut bertujuan untuk meningkatkan self-esteem atau harga diri.
Namun, mempercayai teori konspirasi dapat berakibat negatif. Dalam hal Covid-19, mempercayai bahwa Covid-19 hanya teori konspirasi dapat membawa dampak meningkatnya penyebaran virus.
“Yang bahaya kalau orang-orang menganggap enteng penyebaran virus dan bahkan menganggap bahwa virus tersebut tidak ada atau hanya akal-akalan pihak tertentu saja,” kata alumni Universitas Airlangga Surabaya ini.
Salah satu contoh perilakunya adalah enggan memakai masker, tidak menjaga kebersihan tangan dengan enggan mencuci tangan, dan tidak mempercayai otoritas resmi, seperti pemerintah, lembaga kesehatan, dan media massa.

0 Komentar