Kebetulan saat itu ada tokoh masyarakat di sekitar wilayah tersebut yang siap menjadi pengepul. Sebab bila hanya sebatas memberi akses untuk memilah sampah tapi hasil pengumpulan sampah mereka tidak ada yang menampung, cukup kesulitan untuk menjualnya terlalu jauh ke wilayah lain.
Dengan begitu, sejumkah kepala keluarga yang semula mengandalkan pendapatan dengan menjadi pekerja galian c. Minimalnya punya penghasilan alternatif untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
“Ya lumayan mereka dapat untuk penghasilan sehari-hari. Dapatnya berapa, tergantung jumlah kiloan sampah daur ulang yang bisa dijual kepada pengepul,” tuturnya.
Terkait kemungkinan adanya rencana penambahan jumlah warga yang bisa diijinkan memilah sampah di TPA, Syukur mengungkapkan, hal tersebut bisa saja terjadi. Hanya saja kendalanya adalah kesiapan pengepul untuk menampungnya.
Bila lebih banyak sampah dari ulang yang bisa dikumpulkan warga tapi pengepulnya kapasitas modalnya terbatas, hal tersebut juga bukan menjadi solusi.
“Pengepulnya kalau untuk sekarang masih terbatas, ada seorang pengepul besar, namanya H Majenang. Kalau lebih banyak pengepul besar yang siap menampung sampah daur ulang yang dipilah warga, ya silahkan saja,” imbuhnya.
Berdasarkan sejumlah data yang dihimpun Radar Cirebon, sedikitnya 491.273 meter persegi luas lahan bekas penambangan pasir. Kemudian 245.785 meter persegi dalam status aktif dilakukan penambangan, terutama manual.
Dari observasi yang dilakukan, dalam setiap harinya terdapat 170 ritasi pengangkutan pasir dengan 193 warga yang menggantungkan hidup dari aktivitas galian.
Yang tidak kalah pelik adalah kepemilikan lahan galian c baik yang masih aktif maupun tidak. Terdapat sekitar 137 pemilik lahan kritis. Pemerintah tentu tidak bisa membuat perencanaan maupun penataan di lahan-lahan milik perorangan.
Mengacu ke konsep tribina, mestinya tahun ini Pemerintah Kota Cirebon sudah melakukan penyusunan aturan, insentif dan disinsentif kawasan. Dengan demikian ada kejelasan terkait penanganan lahan kritis. Juga selangkah lebih nyata dalam upaya penataan dan pemanfaatan lahan baik untuk wisata maupun keperluan lainnya.
Terkait dengan pengembangan potensi wisata di Kelurahan Argasunya, optimalisasinya tersandung banyak hal. Kepala Bidang Penanaman Modal Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Hanry David mengungkapkan, Kelurahan Argasunya sesungguhnya menjadi satu dari empat kawasan potensi unggulan yang ditawarkan kepada para investor.