Cirebon Sempat Jadi Kota Jorok dan Dilecehkan

0 Komentar

Dulu, Cirebon pernah jadi kota yang dianggap jorok dan dilecehkan. Tak heran dalam perjalanannya sempat terjadi beberapa kali wabah penyakit yang berkaitan dengan sanitasi. Peninggalannya sampai sekarang masih ada. Masih bisa disaksikan masyarakat.

APRIDISTA SITI RAMDHANI, Cirebon
AWAL abad 19, citra kota yang jorok sempat melekat. Keadaan Cirebon tidak teratur. Kotor, becek, penuh lumpur dan comberan. Tidak ada saluran pembuangan air limbah rumah tangga.
Akibatnya, setiap tahun ketika musim hujan Cirebon selalu kebanjiran dengan ketinggian mencapai sekitar satu meter di dalam rumah.
Kondisi demikian, pada akhirnya menjadi faktor pencetus beragam penyakit. Het Nieuws van den dag Voor Nederlandsch Indie, sebuah surat kabar yang diterbitkan 10 Februari 1913 pernah memberitakan Wabah Tifus di Cirebon pada masa Hindia Belanda.
Surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad, I Februari 1921, menyebutkan bahwa wabah tifus di salah satu kota di Jawa Barat ini sudah terjadi pada tahun 1911. Bahkan surat kabar tersebut menambahkan, wabah tifus ini semakin menyebar sepanjang tahun 1913.
Berdasarkan keterangan tersebut, diterangkan mengapa wabah tifus menyebar cepat. Hal ini disebabkan oleh keadaan sanitasi kota yang cenderung kumuh.
Dari arsip yang ada di Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (Dispusip) juga dari arsip nasional, wabah juga pernah terjadi tahun 1825.
Saat itu Cirebon masih berupa Keresidenan sehingga tak diketahui letak daerah pasti wabah ini. Di tahun tersebut suatu wabah menjangkit ribuan orang.
Bertahun-tahun wabah ini pun masih terus berlangsung. Hingga di tahun 1925 Cirebon pun sudah berubah menjadi Kota Cirebon.
Dirasa wabah tersebut masih terjadi dan memakan korban. Saat itu untuk menanggulangi wabah ini, pemerintah pun mendirikan Rumah Sakit Oranye yang saat ini bernama Rumah Sakit Daerah Gunung Jati (RSDGJ).
Namun saat itu hanya orang-orang tahta menengah yang bisa mendapatkan pengobatan di rumah sakit tersebut. Sampai akhirnya di tahun yang berdekatan dibangun juga rumah sakit di daerah Pamitran.
Bentuk penanggulangan lainnya yakni pembuatan gorong-gorong atau drainase. Di tahun 1927 wabah ini sudah mulai diketahui dan bernama malaria. Salah satu penyebab wabah ini menurut pemerintah saat itu adalah perilaku masyarakat yang dinilai kurang bersih.

0 Komentar