“Memberikan amaran kepada keluarga besar Almarhum Arief Natadiningrat dan Luqman Zulkaedin untuk meninggalkan keraton Kasepuhan dalam waktu 7×24 jam, terhitung setelah 40 hari wafatnya Alm Arief Natadiningrat,” demikian salah satu bunyi dalam surat tersebut.
Sementara itu, salah satu pengasuh pondok pesantren di Benda Kerep, KH Miftah mengatakan, bahwa pondok pesantren yang ada di Cirebon justru tidak ikut campur mengenai penobatan di Kesultanan Kasepuhan. Menurutnya, masalah penobatan sultan di Keraton kKasepuhan lebih baik diserahkan kepada adat dan tradisi yang berlaku di keraton.
Sebagai salah seorang pengasuh pondok pesantren di Benda Kerep, dirinya mengaku tidak merasa diwakilkan. Kepututusan KH Ismail dalam mendukung atau menolak pihak tertentu, merupakan keputusan pribadi. Bukan mengatasnamakan pesantren se-Benda Kerep. Apalagi, pesantren se-Ciayumajakuning.
Namun demikian, menurutnya, pondok pesantren tidak menutup diri untuk bekerja sama dengan pihak keraton. Dengan tujuan untuk kemaslahatan umat dengan harapan lebih baik. “Apapun yang baik sebagaimana aturan yang berlaku, mangga. Itu tuntunan dari dulu. Jadi bukan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya saja,” ungkapnya.
Kiai di Benda Kerep lainnya, Kiai Muhtadi Mubarok menegaskan, penolakan terhadap PRA Luqman sebagai Sultan Sepuh XV. Bahkan, keputusan ini juga menurutnya, telah disepakati oleh seluruh pesantren. “Seluruh alam pesantren sepakat bahwa Luqman tidak berhak,” ungkapnya.
Terkait statemen Kiai Miftah yang menyatakan Pesantren Benda Kerep tidak ikut campur dalam takhta Kesultanan Kasepuhan, Kiai Muhtadi Mubarok menegaskan hal tersebut adalah sebuah kesalahan. “Dia tidak ngerti apa-apa. Itu kesalahan,” tegasnya. (awr)