“Dari situ kemudian sultan dirunkan kepada anaknya, yaitu Sultan Sepuh XIII PRA Maulana Pakuningrat dan diturunkan lagi kepada Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningat,” bebernya.
PEGANG TRADISIKubu PRA Luqman Zulakedin menilai jika kehadiran pihak Raden Heru Rusyamsu atau Pangeran Kuda Putih bersama forum Santana Kasultanan Cirebon, bisa saja diterima untuk duduk bersama dan berdialog, asalkan tujuan bersilaturahmi itu murni.
Kerabat PRA Luqman Pangeran Chaidir Susilaningrat mengatakan, hal tersebut urung dilakukan karena pihaknya mencium potensi yang kurang kondusif, jika pihak pangeran kuda putih diizinkan masuk komplek keraton.
“Keluarga besar Keraton Kasepuhan Cirebon, para ahli waris beserta segenap wargi saat ini masih dalam suasana berkabung atas wafatnya almarhum Gusti Sultan Sepuh XIV, yang insya Allah nanti pada tanggal 30 Agustus 2020, genap 40 hari,” kata Chaidir Susilaningrat.
Chaidir menyampaikan bahwa sampai saat ini masih berpegang pada ketentuan berdasarkan adat tradisi turun temurun yang berlaku di Keraton Kasepuhan. Bahwa, sebagaimana telah dilaksanakan pada masa jumeneng Sultan Sepuh XIV dan para Sultan sebelumnya, di mana pengganti sultan harus putra sultan (laki-laki), dan sebelumnya telah ditetapkan sebagai putra mahkota.
Adapun di berbagai media bermunculan bermacam pandangan dan pendapat mengenai takhta kesultanan di Keraton Kasepuhan, adalah hak setiap orang untuk menyampaikan pendapat dan pikirannya sebagaimana dijamin oleh undang-undang. Namun sampai saat ini belum menerima secara langsung masukan, baik berupa usulan, pendapat ataupun pandangan dari pihak-pihak terkait.
“Keraton Kasepuhan adalah warisan yang amat sangat berharga dari leluhur kita semua. Selama beratus-ratus tahun telah berusaha dipertahankan dan dipelihara sebaik-baiknya oleh para leluhur pendahulu kita. Meskipun dengan segala keterbatasan sumber dana dan sumber daya yang ada, sehingga sampai hari ini masih berdiri kokoh sebagai salah satu istana tertua di Indonesia,” ujarnya, kepada wartawan kemarin (15/8).
Hal ini menurutnya, bukan semata-mata hasil jerih payah pihak keluarga besar Kesultanan Kasepuhan, tapi juga berkat dukungan, bantuan dari berbagai pihak yang turut merasa memiliki dengan tidak menuntut hak, tetapi merasa berkewajiban memberikan sumbangsih untuk turut memelihara dan melestarikan peninggalan leluhur.