PEMERINTAH pusat memberikan kewenangan kepada daerah di zona kuning kewaspadaan covid-19 membuka sekolah atau belajar tatap muka. Kendati demikian, di tengah meningkatnya kasus covid-19, hal tersebut tidak direkomendasikan.
Ketua Ikatan Dokter Indonesi (IDI) Kabupaten Cirebon, dr Ahmad Fariz Zamzam Zein Melvi SpPd MM mengatakan, zona risiko yang dipakai saat ini sebenarnya tidak terkait dengan pemberlakuan sekolah tatap muka.
Mengingat, di tengah pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru (AKB), pergerakan manusia sudah bebas. Sehingga sangat memungkinkan orang dari zona merah berkunjung ke hijau, juga kuning dan seterusnya. Inilah yang menjadi risiko pada saat yang sama sekolah dibuka. “Anak-anak kita, adik-adik kita yang sekolah ada di situ. Itu dikhawatirkan risiko penularan,” katanya.
Dikatakan dia, semestinya yang menjadi prioritas adalah menerapkan AKB ke dalam pendidikan, setidaknya di satu semester ini. Targetnya, siswa menjadi paham dengan AKB dan dapat menerapkan protokol kesehatan dengan baik. Sehingga, saat sekolah tatap muka diberlakukan, sudah memahami apa yang harus dilakukan.
Tidak kalah penting adalah kesiapan infrastruktur sekolah. Misalnya jumlah tempat cuci tangan, penyediaan ruang kelas yang memadai untuk siswa belajar dengan jaga jarak dan lain sebagainya.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga tidak merekomendasikan pemerintah untuk membuka sekolah dalam waktu dekat. Sebab, Indonesia adalah negara dengan case fatality rate (CFR) tertinggi pada anak akibat Covid-19 di Kawasan Asia Pasifik.
CFR usia 0-18 tahun akibat covid-19 berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Covid-19 pada 16 Agustus adalah 1,1 persen. Lebih tinggi dari Tiongkok (<0,1 persen), Italia (<0,1 persen), dan Amerika Serikat (<0,1 persen).
Angka kematian anak akibat covid-19 di Eropa adalah 0,03 persen, jauh di bawah Indonesia. Karena itu, IDAI menganjurkan bahwa berbagai kebijakan terkait anak yang bertujuan untuk mencegah penularan infeksi di Indonesia harus disusun secara lebih agresif dan tegas dibanding negara-negara lain.
IDAI mengapresiasi disusunnya kurikulum darurat dalam kondisi khusus, namun sebaiknya ditunda dulu, tidak dilakukan kegiatan belajar tatap muka demi keselamatan anak-anak dan mencegah pandemi berkelanjutan. (yud)