CIREBON – Lelang proyek perbaikan jalan, trotoar dan drainase Jalan Siliwangi serta Jalan Kartini di Kota Cirebon diduga ada pengondisian sehingga berjalan tidak wajar.
Salah satu peserta yakni PT Murni melayangkan hak sanggah atas dugaan ketidakwajaran hasil lelang proyek dengan nilai Rp12 miliar tersebut.
Kuasa hukum PT Murni, Dr H Eka Agustrianto SA SH MH mengatakan, hak sanggah ini mengacu pada Undang Undang 4/2016 tentang layanan penyelesaian sengketa pengadaan barang atau jasa pemerintah, PP nomor 16 tahun 2018 tentang LKPP serta Keppres nomor 14 tahun 2020 tentang pengadaan barang dan jasa.
“Kami patut menduga ada pengondisian dan penguncian dalam rencana kerja anggaran (RKA) yang dibuat oknum panitia untuk memenangkan perusahaan tertentu,” kata Eka, kepada Radar Cirebon, Senin (24/8).
Menururnya, secara aturan, perusahaan pemenang juga seharusnya menyetorkan uang sebesar 20 persen dari harga perkiraan sendiri (HPS) atau senilai Rp2,4 miliar dalam rekening bank. Artinya, perusahaan pemenang harus punya dana minimal 20 persen dari HPS.
Nah, panitia lelang tidak melakukan verifikasi itu terhadap PT Murni. Padahal, ada dana di rekening perusahan sesuai dengan ketentuan.
Dia menduga RKA yang dibuat sudah dikondisikan untuk kepentingan perusahaan tertentu sebagai calon pemenang lelang proyek tersebut. Pihaknya juga terkejut ketika tidak diperbolehkan melakukan penawaran.
Menurutnya, seharusnya pihak panitia lelang memerhatikan perusahaan yang memberikan penawaran dengan harga terendah, dengan mengedepankan mekanisme verifikasi. Dalam hal ini, panitia lelang atau pihak ULP tidak melakukan verifikasi kepada PT Murni yang menawarkan selisih sebesar 5 persen dari nilai HPS.
“Kami memahami nilai terendah tidak menjadi tolak ukur sebagai pemenang dalam tender ini. Tapi, idealnya dikaji dokumen kualifikasi dan teknisnya seperti yang dipersyaratkan,” ujar Eka.
Selain itu, sambung dia, harus ada kajian harga. Bila ini diteruskan, bisa terjadi over head anggaran dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut. “Kalau yang dijadikan tolak ukur itu penawaran tertinggi, kenapa tidak dibuka saja sejak awal. Jangan ada yang permainan, kami jelas dirugikan,” tegasnya.
Pihaknya juga menyoroti tentang evaluasi teknis menggunakan bobot prosentase yang dilakukan panitia lelang, dalam hal ini menggunakan sistem gugur dan nilai terendah.