Koran bukan hanya sekadar menjadi sumber informasi saja. Yang sudah bekas masih bisa dimanfaatkan. Salah satunya untuk pembungkus luar makanan. Dan belakangan, makin banyak ditemukan koran mancanegara beredar di wilayah Cirebon.
APRIDISTA S RAMDHANI, Cirebon
KORAN dengan huruf Kanji menjadi pembungkus hidangan gado-gado. Awalnya, dikira sebatas kebetulan saja. Pada kesempatan lain, koran berbahasa Sino/Hanja (Korea) dipakai bungkus luar nasi padang.
Kejadian itu terus berulang. Akhir pekan kemarin, ada kupat tahu yang bungkus luarnya juga koran dengan huruf Sino. Pertanyaan pun timbul. Kenapa koran-koran luar negeri itu, beredar di wilayah Cirebon dan dipakai untuk bungkus makanan? Bagaimana koran-koran itu bisa tiba di sini?
Penelusuran pun dilakukan. Dari penjual makanan, informasi pertama didapat. Koran-koran ini, sumbernya dari pasar. Namun, mereka yang di pasar rupanya sebatas penjual. Tak begitu mengetahui bagaimana koran-koran ini tiba di Cirebon. Kemudian juga ada penjual dan agen yang menyalurkan koran bekas berbahasa asing tersebut.
Rupanya, ini ada hubungannya dengan merosotnya oplah koran nasional, dan banyaknya majalah yang sudah tidak terbit. Sementara permintaan koran bekas tetap tinggi. Terutama untuk bahan pembungkus makanan.
Akhirnya, para pemilik usaha tersebut terpaksa membeli koran bekas dari luar negeri. Khususnya Korea Selatan, Jepang dan Tiongkok. Negara-negara yang peredaran korannya masih sangat tinggi.
Menurut salah satu penjual koran bekas yang ditemui Radar Cirebon, belakangan memang cukup sulit untuk mencari koran bekas. Kalaupun ada, jumlahnya tak banyak.
Pemilik Toko Agus di Jalan Pekiringan, Ipul mengaku, sudah dua tahun terakhir susah mencari koran bekas. “Banyak sekali yang butuh. Biasanya PKL buat bungkus makanan. Tukang sayuran, tukang jajanan, tukang bumbu. Malah peternak dan tukang buah juga pada butuh,” kata Ipul, kepada Radar Cirebon, Senin (7/9).
Sudah lebih dari 20 tahun ia berjualan koran bekas. Omzetnya pun dikatakannya cukup menjanjikan. Apalagi di awal-awal usahanya. Waktu itu, belum banyak yang menjual koran bekas.
Ia bisa dibilang tangan ketiga. Tangan pertamanya adalah sebuah distributor di Jakarta. Turun ke pihak kedua yang juga ada di Cirebon. Baru setelah itu ke tangan Ipul, untuk selanjutnya dijual di tingkat lebih bawah lagi. Atau langsung kepada para pedagang. “Untungnya lumahan lah,” ucap dia.