LEMAHWUNGKUK – Dampak polusi udara dari debu yang diakibatkan aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon kian terasa di lingkungan warga terdekat. Apalagi, di saat musim kemarau ini, debu dan partikel yang lebih kecil mudah beterbangan ke luar area Pelabuhan.
Warga RW 10 Panjunan Agus Aryanto membeberkan, di musim kemarau ini dampak dari polusi debu batubara sangat berlebihan. Agus bahkan menilai volume sudah tidak terukur lagi, karena metode dan alat ukur secara ilmiah sudah tidak bisa diterapkan.
“Kami ingin Dinas LH melakukan pengawasan batas ambang debu yang memengaruhi kualitas udara di lingkungan kami. Jangan seolah-olah dibiarkan,” keluhnya, Selasa (15/9).
Menurut Agus, secara kasat mata cukup terlihat. Jika berlama-lama beraktivitas di luar rumah sebagian warga merasa mata pedih. Kemudian, di lantai rumah, di kendaraan yang terparkir di halaman, cepat sekali dihinggapi debu. Bahkan, kalau satu hari kendaraan tidak dibersihkan, maka efeknya cat jadi kelihatan kusam.
“Di lantai rumah yang parah sekali. Kalau bukti kita kumpulkan, lantai yang setiap hari disapu dalam sehari semalam bisa menghasilkan kira-kira lebih dari 100 gram, dengan luas lantai 2 X 4 meter. Bayangkan kalau itu satu bulan bisa berapa banyak,” tuturnya.
Selain itu, untuk debu yang tidak kasat mata ukurannya di bawah 0,4 mikron yang bersenyawa dengan angin. Masyarakat meminta penjelasan dari Dinas Kesehatan, kalau debu yang 0,4 mikron ini setelah berakumulasi terhirup paru-paru manusia.
“Efek jangka pendek dan jangka panjangnya bertahun-tahun bisa seperti apa. Kami butuh, pencerahan dari dinkes. Pemeriksaan kesehatan. Pemerintah juga diharapkan bersama-sama bisa menyelesaikan masalah ini, sampai betul-betul bisa menangani permasalahan masyarakat,” harapnya.
Terkait adanya upaya penanganan yang dilakukan oleh operator maupun pengusaha, seperti pemasangan jaring dan penyemprotan, Agus menganggap hanya formalitas. Karena menurutnya, secara logika jaring-jaring tersebut tidak maksimal dalam menghadang ruang gerak debu. Karena debu beterbangan bisa dari atasnya, apalagi yang bersenyawa dengan angin, bisa menerobos jaring.
“Minta kejelasan, siapa yang bertanggung jawab menangani polusi debu. Itu penting untuk melindungi kami sebagai yang terdampak. Mereka kan yang memberikan izin lingkungan. Penanganan debu juga harus berdasarkan metode penanggulangan yang tepat dan ilmiah, bukan sembarangan,” tuturnya.