Diungkapkan dia, Wika Tandean yang meupakan komisaris PT PUS ikut mengeluarkan dana saat GTC dibangun. Namun, Ferry tak mengetahui seberapa besar uang yang digelontorkan karena kliennya tidak mau menyebutkan.
Namun diketahui, anggaran pembangunan GTC mencapai Rp16 miliar pada tahun 2009. “Nilainya tidak disebutkan, tapi klien saya menggelontorkan sebagian besar dana pembangunan,” ungkapnya.
Atas dasar itu, dia meminta PT TSU membuktikan perusahaan tersebut memang membiayai pembangunan GTC melalui sistem kerja sama building operational transfer (BOT) dengan Perumda Pasar Berintan.
“Klien saya, Pak Wika itu korban. Beliau tidak begitu paham bagaimana mekanisme kerja sama dengan Perumda Pasar Berintan saat itu. Pak Wika dijanjikan keuntungan agar menggelontorkan dana untuk pembiayaan pembangunan GTC,” sebutnya.
Terkait rencana penutupan tenant oleh PT TSU, pihaknya sangat menyayangkan hal tersebut. Karenanya, PT PUS akan menempuh jalur hukum.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT TSU Eka Agustrianto siap menghadapi gugatan dari PT PSU. “Kalau PT PUS mau melakukan pembatahan silakan saja, kami juga siap digugat,” tandasnya.
Disampaikan dia, PT TSU memiliki bukti sangat cukup. Bahkan rencana penutupan akan dilakukan secepatnya, dan pihaknya pun juga akan melakukan pemutusan kontrak dengan PT PUS.
“Kamis kemarin kami sudah melaksanakan somasi kepada PT PUS, tapi tidak ada jawaban. Hari Rabu pekan kita akan melakukan penutupan GTC ini,” katanya.
Atas kelalaian yang dilakukan PT PUS, Eka mengungkapkan, PT TSU mengalami kerugian sebesar Rp25 miliar sejak tahun 2009 sampai 2020. (apr)