SUMBER – Sejumlah warga dari Desa Jagapura Kulon Kecamatan Gegesik melakukan aksi unjuk rasa did epan kantor Bupati Cirebon Senin (21/9). Demo tersebut terkait bantuan sosial (bansos) yang dituding tidak tepat sasaran dan kurang transparan.
Khaerudin salah seorang perwakilan warga yang ikut dalam aksi tersebut mengatakan, sudah berkali-kali meminta penjelasan pada pihak pemdes maupun pemerintah kecamatan. Terkait tata laksana dan mekanisme pendataan dan pendistribusian bantuan yang dilakukan sebagai jaring pengaman di masa pandemi Covid-19.
“Kami sebenarnya tidak ingin ke pemda, tapi di sana (di pemdes dan di pemcam, red) kami tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Makanya kami ke sini minta pemda turun tangan terkait masalah bantuan sosial di desa kami,”ujarnya.
Disebutkan, dari sembilan pintu bantuan yang dibuat oleh pemerintah, ada sekitar 500 KK yang tidak bisa mengakses bantuan tersebut. Padahal, di masa-masa seperti ini masyarakat sangat membutuhkan bantuan yang dikucurkan oleh pemerintah.
“Kami mempertanyakan sejumlah pintu bantuan yang kami rasakan tidak sesuai dengan ketentuan yang seharusnya. Padahal sudah jelas aturan dan tata laksananya serta payung hukumnya,”imbuhnya.
Khaeudin meminta Pemkab Cirebon turun tangan dan membereskan hal tersebut. Bahkan untuk memastikan pelaksanaan evaluasi bansos berjalan lancar, meminta agar kuwu setempat dinon-aktifkan dari jabatannya sementara waktu. “Kami meminta agar kuwu kami dinonaktifkan sementara waktu. Situasi di sana sudah tidak kondusif. Kami juga minta pemda turun tangan untuk mengatasi persoalan ini,” pintanya.
Sementara itu, Kadinsos Kabupaten Cirebon Drs H Dadang Suhendar MSi kepada Radar mengatakan, akan segera turun ke lapangan terkait informasi yang diberikan oleh perwakilan warga tersebut.
“Secepatnya kita turun ke lapangan. Kita akan kroscek pelaksanan pendistribusian bansos di lokasi tersebut. Semuanya akan kita cek baik PKH, BPNT maupun bantuan lainnya,” janjinya.
Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon Imam Ustadi kepada Radar menuturkan, pihaknya tidak bisa mengakomodir tuntutan warga yang meminta kuwu untuk dinonaktifkan sementara waktu. Menurutnya, sudah ada aturan dan ketentuan terkait pemberhentian atau penonaktifan sementara waktu seseorang dari jabatan kuwu.