Pandemi corona virus disease (covid-19) membuat siswa harus menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ). Di sela aktivitas belajar di rumah, tak sedikit yang berusaha memanfaatkan waktunya dan menjadi produktif. Ananda Nur Prihartati salah satunya.
ABDULLAH, Kesambi
KELUHAN terkait belajar di rumah masih kerap disuarakan sejumlah pihak. Metode belajar ini, memang perlu banyak penyesuaian. Namun, ketimbang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengeluh, Ananda memilih segera move on dan melakukan adaptasi.
Waktu yang luang di sela belajar jarak jauh, diupayakan untuk tetap produktif. Siswa SMK Informatkka Al Irsyad ini berusaha serius menjalani hobi menulis. Tak disangka, setelah satu semester belajar jarak jauh, kumpulan tulisan tersebut bisa dijadikan buku.
I Hate insecure. Nanda –sapaan akrabnya- memberikan judul untuk buku tersebut. Dia mengungkapkan, kemampuan menulisnya bukan sekadar bakat yang datang begitu saja. Dia juga berproses untuk mengembangkan diri.
Kemampuannya pun makin berkembang setelah bergabung dengan Ruang Karya. Yang proses belajarnya melalui grup WhatsApp. Selama bergabung dengan komunitas ini, Nanda mengaku, kemampuannya terus terasah. Hingga lahirlah buku I Hate Insecure.
Buku tersebut bercerita tentang tokoh perempuan bernama Fauziah yang memilik panggilan izah. Karakter dalam buku itu, merasa minder karena berasal dari kampung dan mesti hidup di Jakarta.
Izah sebenarnya menempuh pendidikan di sekolah favorit. Namun, ada hal lain yang membuat ia minder. Secara fisik, ia merasa tak menarik. Tubuhnya gembuk. Sehingga sering jadi objek body shaming.
Singkat cerita, tokoh Izah berhasil membuktikan bahwa menyerah pada keadaan bukan pilihan. Dia memilih mengadaptasi semua kondisi yang dihadapi dan berusaha bangkit.
Beragam prestasi berhasil diukur di sekolah. Bahkan berkat kecerdasannya, Izah mendapatkan bea siswa kuliah di perguruan tinggi.
Nanda mengungkapkan, kisah Izah sepintas memang sederhana. Namun disadari atau tidak, menjadi masalah banyak remaja. Karenanya, ia mendedikasikan buku tersebut sebagai bentuk motivasi kepada anak-anak seusia dirinya agar percaya diri.
Soal proses penulisan buku, Nanda mengaku memanfaatkan waktu di malam hari. Bahkan pukul 02.00 selepas tahajud, Nanda melanjutkan aktivitas menulis sampai subuh. “Ini ditulis sejak awal covid. Bulan Juli dikirim ke penerbit,” tuturnya.