Menurutnya, secara keseluruhan mereka mengakui ini adalah tanahnya Wahyudi Susilo. Pengakuan tersebut memang baru sebatas stetmen di forum, tapi dia menilai itu sudah cukup. Tinggal mediasi proses, yang akan dilakukan pihaknya bersama-sama warga pada forum musyawarah yang akan digelar di waktu berikutnya.
Sementara itu, petugas ukur BPN Kota Cirebon Tarmidi Saepudin menjelaskan, asal usul tanah tersebut pada tahun 1998 dari tanah eks swapraja, nama pertama yang mendapat SK Edi Setyodiyono. Kemudian, 2003 dibeli Wahyudi Susilo dengan AJB No 61/2003 tanggal 7 april 2003 notaris PPAT wilayah Kota Cirebon, dan dibalik nama sertifikat pada tahun 2003.
Pada awal September, pihaknya ditugaskan untuk melakukan pengukuran yang dimohon oleh Wahyudi Susilo, dengan surat tugas 227/ST-1021/9/2020, atas sertipikat hak milik 1.525 Kelurahan Larangan, dengan surat ukur 278/1998 luas 362 M2.
Tarmidi mengaku telah melakukan pengukuran sebanyak dua kali, yang pertama 8 September 2020 dengan kondisi pengukuran apa adanya. Kemudian, pengukuran kedua berdasarkan ploting di gambar yang sebenarnya, kemudian dikembalikan lagi batasnya dengan tetap luas 362 M2.
Anggota DPRD yang juga asal lingkungan tersebut Cicip Awaludin mengungkapkan, Jalan Bali sudah bertahun-tahun digunakan masyarakat untuk beraktivitas. Selain itu, di jalan tersebut juga ada tempat/rumah ibadah dari lintas Agama, seperti Pura, dan Vihara. Sehingga pada hari-hari besar agama tersebut, jalan di lokasi itu sering dijadikan akses ke perayaan upacara keagamaan.
“Bukan hanya menyangkut kepentingan umum masyarakat yang homogen, di sini keberagamanya juga terjalin kebersamaan, sehingga adanya persoalan ini menimbulkan keresahan di masyarakat. Saya hadir di sini diminta masyarakat untuk dimediasi, karena orang tua saya tinggal di lingkungan ini,” imbuhnya. (azs)