CIREBON – Sedimentasi di saluran air trotoar Jl Siliwangi-Jl RA Kartini cukup parah. Dengan ruang penampang drainase sekitar 1 meter, tinggi endapan terlihat mencapai 80 centimeter. Kondisi ini diakibatkan perawatan yang sulit dilakukan.
“Air yang bisa cuma 20 centimeter,” ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR), Syaroni, kepada Radar Cirebon, Selasa (29/9).
Tingginya endapan menjadi penyebab genangan di sekitar Alun-alun Kejaksan. Sebab, air tidak bisa masuk ke dalam saluran pembuang. Apalagi saat hujan deras dan debit cukup tinggi. Seringkali terjadi antrean air. “Jadi ini, sekarang kita tahu kenapa ada genangan di sekitar alun-alun. Kaget juga sedimentasinya sampai segitu,” katanya.
Dengan temuan tersebut, DPUPR juga punya pekerjaan rumah. Bagaimana mengatur alur pembuangan air di kawasan tersebut. Yang tergambar saat ini adalah menggunakan saluran di dekat Selter PKL Jl SIliwangi. Kemudian diteruskan ke arah Jl Tanda Barat selanjutnya menuju Jl Slamet Riyadi (Krucuk).
Dijelaskan dia, penataan trotoar di Jalan Siliwangi dan Kartini ini akan dibangun dengan menggunakan sistem full beton. Diikuti dengan sistem pewarnaan dengan teknologi yang masih jarang digunakan di Indonesia.
Di tahap kontruksi badan trotoar akan dibangun dengan beton berkualitas tinggi dengan sedikit pelebaran. Kemudian di atas beton basah, akan diterapkan sistem stamp dekoratif, atau decorative concrete dengan menerapkan berbagai motif.
Motif beton berpola yang dilukiskan di atas trotoar, dibuat secara tematik. Sehingga di sepanjang Jalan Siliwangi, motif trotoarnya akan berbeda-beda.
Seperti dicontohkan trotoar di bagian Alun-alun Kejaksan, akan diterapkan motif bata merah menyesuaikan dengan bangunan alun-alun.
“Ada beberapa design, berbeda setiap titik. Jadi bentuknya beton basah di-stamp. Sistemnya beton dekoratif, atau beton motif,” jelas Syaroni.
Sistem pewarnaan ini, lanjut Syaroni, akan memunculkan keindahan tersendiri, karena nantinya hasil pewarnaan akan memberikan efek timbul.
Sistem seperti ini sendiri belum begitu banyak diterapkan di Indonesia, namun beberapa daerah sudah melakukan, seperti Jakarta dan Bandung.
Dibanding sistem pembangunan trotoar dengan batu alam, sistem ini memang dari segi anggaran tidak jauh berbeda.