CIREBON – Lambannya proses pencairan dana kerohiman untuk warga terdampak penataan kawasan Panjunan, menuai kritik dari legislatif. Wakil rakyat mendesak agar segera direalisasikan pembayaran, sehingga tidak larut dalam ketidakpastian.
Ketua Fraksi PDIP, Edi Suripno SIP MSi mengatakan, pihaknya cukup prihatin dengan ketidakpastian kapan penataan Kawasan Panjunan akan dimulai. Padahal, pemkot terus berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan pembabasan lahan.
“Kalaupun skemanya kerohiman, ya harus segera direalisasikan. Kapan masyarakat terdampak ini bisa mendapatkan ganti rugi,” kata Edi, kepada Radar Cirebon, Kamis (1/10).
Kendati demikian, dia mempertanyakan perbedaan skema kerohiman dengan hibah bansos. Mengingat harus jelas di pagu anggaran untuk nama nomenklaturnya.
Dia pun meminta Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman (DPRKP) tidak mengulur-ngulur waktu. Ketika ada keraguan, agar segera konsultasi ke inspektorat. Bahkan bila perlu ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Proses konsultasi tersebut tidak butuh waktu lama. Bahkan bisa langsung diambil kesimpulan. Dengan dibiarkan berlarut-larut seperti sekarang dengan dalih dilematis, justru akan semakin terhambat.
Hal senada dikatakan Sekretaris Fraksi PDIP, Imam Yahya. Dia meminta pemerintah kota segera merealisasikan kompensasi. Dan terkait teknisnya, agar sesuai peraturan perundang-undangan.
“Anggaran kan sudah ada. Ini tinggal digelar saja. Kalau DPRKP Masih ragu, jangan diam saja. Cepat konsultasi,” katanya.
Dia tidak ingin masalah penataan ini makin tidak jelas. Apalagi penghambatnya bukan anggaran dari pemerintah pusat, melainkan faktor pembabasan lahan yang sesungguhnya adalah tanah negara. “Ini target selesai bulan Mei 2021. Berarti harus cepat diselesaikan pencairan dana kerohiman. Kalau Oktober ini selesai, bisa langsung di eksekusi,” tandasnya.
Diwawancarai secara terpisah, Kepala Bidang Kawasan Permukiman DPRKP, Khaerul Bahtiar mengakui, persoalan kerohiman bagi warga terdampak di Kelurahan Panjunan masih dilematis.
Meski status bantaran Sungai Sukalila adalah tanah negara, namun belum tercatat sebagai aset Pemerintah Kota Cirebon. Di sisi lain, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarun (BBWS Cimancis) sebagai pemilik kewenangan, juga tidak mencatatkan kawasan tersebut sebagai asetnya.
BBWS Cimancis hanya bertindak sebagai sebagai pengelola. Begitu juga dari Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR) dan Kementerian ATR-BPN yang belum memberikan kejelasan. “Jadi ini masih sumir. Perlu hati-hati, karena ini menggunakan uang negara,” kata Khaerul.