BBWS Cimancis hanya bertindak sebagai sebagai pengelola. Begitu juga dari Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (Kemen-PUPR) dan Kementerian ATR-BPN yang belum memberikan kejelasan. “Jadi ini masih sumir. Perlu hati-hati, karena ini menggunakan uang negara,” kata Khaerul.
Pemerintah Kota Cirebon sesungguhnya telah menyiapkan sedikitnya Rp1,4 miliar untuk keperluan dana kerohiman tersebut. Mulanya, skema bansos dipilih karena dianggap dapat mempercepat proses pencairan.
Hanya saja ada masalah lain yakni, besaran penerima kompensasi maksimal hanya Rp15 juta. Sedangkan pembayaran besaran ganti untung yang diterima warga dasarnya adalah appraisal.
“Itu aset siapa? Kita mengeluarkan uang lalu pertanggung jawabannya bagaimana?” tanya dia, seraya menegaskan bahwa skema pembayaran yang dipilih adalah kewenangan pimpinan.
Desakan untuk dana kerohiman segera diproses juga dilayangkan legislatif. Wakil rakyat mendesak agar segera direalisasikan pembayaran, sehingga tidak larut dalam ketidakpastian.
Ketua Fraksi PDIP, Edi Suripno SIP MSi mengatakan, pihaknya cukup prihatin dengan ketidakpastian kapan penataan Kawasan Panjunan akan dimulai. Padahal, pemkot terus berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan pembabasan lahan.
“Kalaupun skemanya kerohiman, ya harus segera direalisasikan. Kapan masyarakat terdampak ini bisa mendapatkan ganti rugi,” kata Edi.
Kendati demikian, dia mempertanyakan perbedaan skema kerohiman dengan hibah bansos. Mengingat harus jelas di pagu anggaran untuk nama nomenklaturnya.
Dia pun meminta DPRKP tidak mengulur-ngulur waktu. Ketika ada keraguan, agar segera konsultasi ke inspektorat. Bahkan bila perlu ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Proses konsultasi tersebut tidak butuh waktu lama. Bahkan bisa langsung diambil kesimpulan. Dengan dibiarkan berlarut-larut seperti sekarang dengan dalih dilematis, justru akan semakin terhambat. (abd)