SUMBER – Kabupaten Cirebon melakukan uji coba atau sosialiasi penerapan pengganti beras atau diversifikasi pangan di luar beras yang berbahan dasar sagu. Diversifikasi pangan non beras bukan hanya berbahan dasar sagu. Tapi bisa juga berbahan baku jagung, pisang, ubi kayu, kentang dan sorghum.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kabupaten Cirebon, H Muhidin SP MM mengatakan, pihaknya menjalankan salah satu program dari Kementerian Pertanian dengan memanfaatkan melimpahnya bahan baku sagu yang ada di Cirebon, yang murah harganya.
“Akhirnya, Kelompok Wanita Tani (KWT) Jatiwaringin mempunya inisiatif membuat beras analog. Beras yang berbahan dasar sagu. Sagu digiling hingga menjadi gumpalan seperti biji beras,” ujar Muhidin kemarin.
Menurutnya, beras analog ini sudah dua tahun berjalan. Namun ada dua permasalahan sehingga beras analog ini belum diperjualbelikan. Yang pertama masalah mesin pengolahan beras yang daya listriknya tinggi dan juga izin BPOM.
“Belum berani menjual produk ini secara terbuka. Karena belum ada izin dari BPOM-nya. Kemudian juga biaya operasional yang tinggi. Untuk sekilo beras analog ini masih di banderol dengan harga Rp50 ribu,” kata Muhidin.
Maka dari itu, pihaknya memiliki dua pekerjaan yang harus dikerjakan, yaitu pemrosesan izin BPOM, kemudian mengubah mesin pembuatan beras analog ini ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Subang.
“Syukur-syukur bisa dirubah menjadi hemat. Dari awal 1.500 Watt mesin itu menjadi berapa watt gitu. Kemarin kita ke LIPI, merubah mesin dan bisa. Mudah-mudahan ini juga bisa,” kata Muhidin.
Saat disinggung soal peminat beras analog ini, Muhidin mengaku banyak yang meminta. Namun pihaknya tidak mau karena belum mengantongi izin, serta biaya operasional yang masih tinggi.
“Tujuannya untuk masyarakat agar mengurangi konsumsi karbohidrat. Karena, pola makan masyarakat kita biasanya karbohidrat bertemu karbohidrat. Maka, solusi beras analog ini adalah sangat bermanfaat,” tandasnya. (via)