CIREBON – Perusahaan Daerah Pembangunan telah selesai melakukan kajian tentang operasional bus rapid transit (BRT). Poinnya adalah perlu subsidi dari APBD dan tidak memungkinkan dioperasikan selama pandemi covid-19.
Adanya kajian yang telah dikirimkan ke Dinas Perhubungan (Dishub) disampaikan Direktur Utama Perusahaan Daerah Pembangunan. Namun, Kepal Dishub, Drs Andi Armawan justru mengaku belum menerima salinan atas hasil kajian yang dimaksud. “Saya belum dapat salinan kajian,” kata Andi, kepada Radar Cirebon, Selasa (6/10).
Andi mengaku sudah bertanya ke staf-nya terkait kiriman salinan dari kajian PDP. Namun, tidak ada yang mengetahui. Begitu juga walikota. Ternyata juga belum menerima kajian terkait BRT.
Di sisi lain, dishub malah sudah berkomunikasi dengan Dishub Provinsi Jabar dan tengah berupaya agar BRT dapat dioperasikan lintas kota. Paling tidak dua daerah yang dilalui rute operasionalnya. “BRT ini kalau di Kota Cirebon saja terlalu sempit,” tuturnya.
Dengan demikian, kata Andi, bisa saja nantinya ada perubahan. Misalnya menggunakan nama Trans Jabar. Satu rute yang sedang dirancang adalah melalui wilayah Kanggraksan menuju Sumber. Kemudian kembali ke Kota Cirebon melalui Jl Brigjen Dharsono (By Pass).
Di tempat terpisah, Walikota Cirebon, Drs Nashrudin Azis menduga PDP belum mampu membuat konsep bagaimana BRT dapat berjalan. Sehingga ada beberapa opsi. Apakah akan melimpahkan BRT ke provinsi atau ada alternatif lain.
“Kalau membaca di media hasil kajian PD Pembangunan berharap ada subsidi. Sedangkan kondisi APBD saat ini belum memungkinkan subsidi bagi BRT. Kami minta Kadishub segera mengambil langkah supaya mobil tidak menjadi beban,” tegasnya.
Menurut walikota, secara teori BRT bisa meningkatkan kualitas pelayanan transportasi, tapi biaya operasional juga cukup besar. Sehingga menjadi kendala tersendiri. (abd)