JAKARTA – Pengesahan RUU Cipta Kerja memantik sejumlah aksi unjuk rasa di daerah. Tuntutannya sama, memprotes disahkannya Omnibus Law. Bahkan, BEM SI berencana akan menggelar unjuk rasa besar hari ini. Politisi juga mempertanyakan alasan disahkannya UU tersebut. Penolakan justru kian menggema. DPR diminta untuk mempertimbangkannya.
Kemarin (7/10), massa yang akan menuju ke Jakarta mendapat hadangan petugas kemanan. Di Kota Tangerang misalnya. Ratusan mahasiswa yang tergabung dari sejumlah elemen diminta untuk berbalik arah di depan Situ Cipondoh, Jalan KH Hasyim Ashari, Kota Tangerang, Banten.
Massa yang sudah lengkap dengan mobil komando, puluhan bus umum dan ratusan sepeda motor diminta untuk tidak melakukan aksi di Jakarta. Jalan KH Hasyim Ashari diblokade oleh petugas keamanan. Macet tak terelakkan. Yel-yel dinyanyikan untuk memberikan semangat aksi. Usai berdiskusi dengan petugas kemanan, ratusan kendaraan harus berputar kembali menuju Kota Tangerang.
Selain aksi unjuk rasa, politisi juga ikut angkat bicara. Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan meminta pemerintah mengevaluasi RUU Ciptaker. Alasannya, semakin meluasnya penolakan dari buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya.
Menurut dia, penolakan dari kaum buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya ditambah respons negatif dari investor global harusnya menjadi pertimbangan Pemerintah untuk menunda dan mengevaluasi kembali RUU Ciptaker.
“Jangan hanya mempertimbangkan korporasi besar, tetapi juga lindungi rakyat dan lingkungan untuk anak cucu kita yang akan datang,” kata Syarief. Ia justru mempertanyakan alasan pemerintah dan beberapa fraksi di DPR RI yang menyetujui untuk disahkan. Karena tidak hanya rakyat dan buruh yang menolak, berbagai lembaga investor global pun menyatakan keprihatinannya.
Menurut dia, 35 investor global mengungkapkan keprihatinan mereka lewat sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Pemerintah Indonesia. Sebanyak 35 investor yang prihatin tersebut merupakan investor yang mengelola dana hingga US$ 4,1 Triliun, di dalamnya, terdapat lembaga investasi Aviva Investors, Robeco, Legal & General Investment Management, Church of England Pensions Board, hingga Sumitomo Mitsui Trust Asset Management yang telah mendunia.
Syarief menilai, keprihatinan para investor global dengan potensi negatif dari RUU Cipta Kerja menunjukkan pemerintah kurang memahami tentang iklim investasi di Indonesia.