JAKARTA – Pemerintah diminta mengedepankan pemenuhan hak warga negara secara luas. Yaitu terjaminnya keterbukaan informasi publik. Oleh karena itu, warga berhak mengetahui dan menerima akses terhadap naskah final UU Cipta Kerja (Omnibus Law).
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengaku prihatin dengan kondisi yang terjadi. Karena beberapa warga juga ditangkap oleh aparat hukum dengan tuduhan menyebar hoaks yang menimbulkan keonaran di masyarakat.
“Padahal masyarakat itu protes karena kabar berseliweran tidak jelas. Sebab naskah final yang resmi belum ada. Sementara sejak naskah awal RUU dari pemerintah, banyak poin yang meresahkan masyarakat. Jadi wajar saja masyarakat protes karena menunjukkan kepedulian akan nasibnya sendiri,” terangnya, kemarin.
Ia menjelaskan, tanpa ada naskah asli yang diterima publik, menjadi aneh jika kemudian pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap warganya sendiri.
“Apalagi tema ini bukan menyangkut hubungan personal, tapi menyangkut kepentingan semua rakyat Indonesia. Harusnya aparat penegak hukum lebih bijak. Pemerintah harusnya bisa memastikan dulu dengan mendesak DPR agar segera mengeluarkan naskah finalnya,” bebernya, Senin (12/10).
Sukamta juga menekankan bahwa polemik UU Ciptaker ini cukup pelik. Dari prosedur pembahasan dan pengesahan saja sudah bermasalah.
“RUU Ciptaker dibahas dan disahkan dengan sangat terburu-buru, sehingga mengesampingkan prosedur yang baku dalam pembahasan sebuah RUU. Bahkan saat Rapat Paripurna 5 Oktober yang lalu pun, naskah final UU Ciptaker belum bisa diterima oleh anggota DPR, apalagi publik secara luas. Padahal salah satu syarat pengesahan sebuah RUU mengharuskan adanya naskah final yang diterima setiap anggota DPR,” papar Sukamta.
DPR, lanjut Sukamta, harusnya tidak boleh menahan naskah final UU Ciptaker sampai berhari-hari dengan alasan masih ada koreksi bahasa. Lagipula kalau memang belum selesai, kenapa terburu-buru disahkan saat paripurna kemarin?
“Di sinilah sumber hoax itu sebetulnya. Karena tidak ada naskah yang final, akhirnya banyak bertebaran naskah UU Ciptaker, meme, infografis dan postingan-postingan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan valid atau tidaknya. Inilah yang diterima oleh publik,” ujarnya.
Sedangkan untuk menilai valid-tidaknya mau pakai acuan apa, katanya, sementara naskah finalnya saja belum beredar, sudah disahkan pula.