PANGENAN – Petani garam di Kabupaten Cirebon mau tidak mau harus segera beralih ke teknologi tepat guna (TTG) agar kualitasnya bisa bersaing dengan garam industri, dan bisa mendapatkan harga yang sesuai. Hal tersebut disampaikan anggota Komisi II DPRD Jawa Barat, Bambang Mujiarto ST saat mengunjungi sentra garam rakyat di Kecamatan Pangenan, kemarin.
Menurutnya, wilayah Pantura Jawa Barat, khususnya Cirebon dan Indramayu punya potensi yang sangat besar untuk bisa memproduksi garam. Sayangnya baru sebagian kecil yang sudah tersentuh teknologi, sehingga para petani garam yang ada belum menikmati keuntungan.
“Kami datang untuk melihat sejauh mana kondisi industri garam rakyat di Cirebon. Apa-apa saja yang sudah ada, dan apa-apa saja yang bisa kami bantu kaitannya untuk meningkatkan kualitas garam rakyat ini,” ujarnya.
Dijelaskan Bambang, saat ini untuk harga garam krosok yang biasa digarap petani di Cirebon sangat murah. Hanya Rp200 perkilogram. Harga ini tentu bukan harga yang menguntungkan untuk petani, sehingga perlu dilakukan upaya-upaya yang mendorong kualitas garam agar harga menjadi layak.
“Tentu harga ini tidak layak, persoalan yang menjadi penyebab adalah masalah kualitas garam rakyat yang tidak masuk ke standar kualitas yang dibutuhkan oleh industri. Kita akan mendorong Pemprov Jabar untuk melakukan pendampingan kepada petani. Agar bisa menerapkan teknologi tepat guna untuk meningkatkan kualitas garam rakyat,” imbuhnya.
Di Cirebon sambung Bambang, sudah ada beberapa petani garam yang menerapkan TTG untuk meningkatkan kualitas. Dari mulai rumah prisma, membranisasi dan lain-lain. Namun Bambang sadar jika tidak semua TTG bisa langsung diterapkan karena persoalan biaya.
“Nanti tinggal dipilih, mana TTG yang sesuai dengan kondisi petani garam di Cirebon. Tinggal support dari pemprovnya yang harus didorong untuk mendampingi petani garam dalam penerapan TTG-nya,” kata Bambang. (dri)