CIREBON – Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah X Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengeluarkan edaran untuk mengoptimalkan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Hal tersebut dilakukan untuk menghindari para siswa untuk melakukan aksi demonstrasi penolakan omnibus law.
Pasalnya siswa SMA/SMK dinilai belum memahami maksud dan tujuan demontrasi. Pengawas KCD Wilayah X, Ewang Umar membenarkan edaran tersebut. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengimbau kepada sekolah untuk mengoptimalkan pembelajaran jarak jauh mulai pukuk 10.00-16.00 WIB.
Sekolah juga diminta melakukan pemantauan dan pembelajaran berjalan, dan memastikan siswa berada di rumah masing-masing, serta menghindari pembelajaran kelompok.
“Hal ini perlu dilakukan karena ada upaya menggerakan siswa dalam demo minggu ini,” demikian salah satu poin dalam edaran tersebut.
Selain itu, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat juga meminta kepada sekolah untuk memberikan pengertian dan pemahaman terkait dengan perkembangan politik terkini. Sehingga menjadi bagian pembelajaran itu sendiri.
“Libatkan seluruh wakasek kesiswaan dalam satgas anti kekerasan bentukan KCD dalam melakukan tindakan preventif maupun represif,” kata Ewang, kepada Radar Cirebon, Selasa (20/10).
Menanggapi edaran tersebut, Wakasek Kesiswaan SMKN 1 Cirebon, Djoko Susanto mengatakan bahwa pihak sekolah langsung menindaklanjutinya. Termasuk dalam demonstasi yang digelar Senin (19/10) lalu.
Pihaknya juga langsung melakukan monitoring untuk memastikan tidak ada siswa SMKN 1 Cirebon yang ikut demo. “Alhamdulillah anak-anak kami tidak ada yang ikut (demonstrasi),” ungkapnya.
Pihaknya menilai, bahwa para siswa masih belum dewasa dalam menyikapi suatu masalah sehingga mudah untuk terprovokasi. Ia juga akan melakukan rapat dengan Pembina osis untuk menyikapi hal tersebut.
“Tim kita (Pembina OSIS) ada 13 guru. Dan akan disampaikan langsung kepada seluruh walikelas untuk mengoptimalkan pembelajaran,” ungkapmya.
Sementara itu, Kepala SMA Taman Siswa, Drs Sugiarto mengaku, pihak sekolah sudah mengimbau kepada wali siswa untuk mewaspadai ajakan dan provokasi untuk melakukan demonstrasi. Kendati begitu, dirinya melihat ada beberapa siswa yang disinyalir ikut-ikutan dalam aksi tersebut. Walaupun prosentasenya terbilang kecil.
“Tapi kebanyakan usianya sudah 18 tahun. Secara hukum sudah punya hak politik baik pasif maupun aktif. Tapi pihak sekolah sudah mengimbau kepada wali kelas untuk lebih waspada,” ungkapnya. (awr)