Sedangkan, untuk yang perkara nomor 23, putusan PT memenangkan pihak penggugat. Sehingga, pemkot dalam hal ini menggunakan hak hukumnya dengan melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya, hingga saat ini belum diketahui karena masih menunggu putusan yang nantinya diterbitkan oleh MA.
Makmuri, salah satu anggota Paguyuban Pemborong mengatakan, putusan kasasi di MA merupakan harapan satu-satunya. Dengan demikian, bila Pemerintah Kota Cirebon melakukan pembayaran ke PT Ratu Karya, agar para pemborong juga difasilitasi untuk dipertemukan. Tentu dengan harapan perusahaan tersebut agar membayarkan kewajibannya kepada sub kontraktor dan suplier.
“Kami berharap janji Pak Kadis PUPR waktu rapat dengar pendapat di Komisi II DPRD, bisa dilaksanakan. Kami terus terang trauma, tahun lalu malah meleset dari harapan,” kata Makmuri.
Para kontraktor dan suplier ini mengaku kecolongan. Sebab, mereka tidak ada yang tahu pencairan dari dua perusahaan sebelumnya yang sudah inkrah dan menerima pembayaran. “Kita tidak dikasih tahu. Baru sadar pas udah dibayarkan,” ujarnya.
Dari tiga kontraktor utama yang telah berproses hukum, hanya tersisa PT Ratu Karya di tingkat kasasi dan masih menantikan putusan Mahkamah Agung (MA). Sedangkan dua kontraktor lain gugatannya sudah inkrah di tingkat Pengadilan Tinggi (PT).
Sayangnya, meski sudah menerima pembayaran masing-masing 72 persen untuk PT Mustika Mirah Makmur (M3) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), namun tak ada sepeserpun yang diteruskan kepada sub kontraktor maupun suplier.
Makmuri mengungkapkan, total nilai tunggakan dari ketiga perusahaan tersebut mencapai Rp14 miliar. Ada sedikitnya 60 pemborong, sub kontraktor dan suplier yang hingga kini belum menerima haknya. (abd)