CIREBON – Paguyuban pemborong proyek dana alokasi khusus (DAK) Rp96 miliar berharap banyak kepada Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR). Mereka percaya sepenuhnya, para pejabat yang ada saat ini, mau memperjuangkan pengusaha lokal.
Salah satu anggota paguyuban, Makmuri mengungkapkan, sebelumnya mereka kecolongan. Para kontraktor dan suplier ini tidak ada yang tahu pencairan dari dua perusahaan yang sudah inkrah dan menerima pembayaran. “Kita tidak dikasih tahu. Baru sadar pas udah dibayarkan,” ujar Makmuri, kepada Radar Cirebon, belum lama ini..
Meski demikian, pihaknya kali ini kembali menaruh kepercayaan terhadap pemerintah, dalam hal ini pihak internal dinas PUPR sudah berbicara dengan forum/paguyuban. Juga kepada walikota yang berjanji akan memperjuangkan rakyatnya.
“Kemarin saya dan perwakilan pengurus diundang oleh PUPR. Dari hasil pembicaraan tersebut, mereka mengaku siap memfasilitasi pertemuan. Mudah-mudahan omongan pejabat PUPR yang sekarang bisa dipegang,” tuturnya.
Sejak mereka selesai mengerjakan proyek pada tahun 2017, pembayaran memang belum dilunasi oleh tiga kontraktor utama. Ada yang belum dibayarkan atas hasil pekerjaannya, ada juga yang berupa barang.
Sebab, diantara mereka tidak hanya pengusaha jasa konstruksi. Ada juga suplier yang menopang material untuk kebutuhan proyek.
Sekitar pertengahan 2017, Makmuri dan kawan-kawannya pernah meminta kepada kepala Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR) yang ketika itu dijabat Ir Budi Raharjo agar menjadi fasilitator.
Setidaknya, dapat mempertemukan mereka dengan kontraktor utama. Tetapi upaya itu tidak pernah berhasil. DPUPR berdalih bahwa mereka tak berhubungan dengan sub kontraktor. Sebab, secara legal formal, perjanjian kontrak kerja proyek hanya dengan kontraktor utama.
Upaya yang dilakukan tak berhenti di situ. Pada awal tahun 2019, Makmuri bersama enam orang perwakilan berangkat ke Jakarta. Mereka mencari kantor PT Ratu Karya di Warung Buncit, tapi kantornya tutup, disegel KPK.
Dari tiga kontraktor utama yang telah berproses hukum, hanya tersisa PT Ratu Karya di tingkat kasasi dan masih menantikan putusan Mahkamah Agung (MA). Sedangkan dua kontraktor lain gugatannya sudah inkrah di tingkat Pengadilan Tinggi (PT).