“Yang patut dipertanyakan, juga soal prosedur awal, apakah sudah teradministrasikan secara baik dan benar? Sebab keputusan BK cenderung subjektif, tidak objektif. Kalau alasan tatib kode etik, parameternya apa?” tanya Abidin.
Jika melihat secara detil pasal demi pasal dalam peraturan DPRD Nomor 2/2018, ia melihatnya tidak ada sanksi. Ia mencontohkan, kalau ada anggota DPRD tidak menghadiri 3 kali berturut-turut dalam sidang paripurna, tidak disebutkan ada sanksi. Begitu pula terhadap proses BK terhadap ketua DPRD.
“Putusan BK ini bisa diperkarakan. Selain bisa PTUN, unsur pidananya juga ada. Luar biasa ini. Harusnya BK objektif, tidak subjektif, harus benar-benar mengikuti prosedur sesuai Peraturan DPRD Kuningan Nomor 2 tahun 2018,” tutur Abidin.
Terakhir, Abidin mengatakan masalah putusan ini tidak berakhir di BK saja, melainkan juga ada di tiga Wakil Ketua DPRD selaku pimpinan, yakni H Dede Ismail, H Ujang Kosasih, dan Hj Kokom Komariyah. Pimpinan juga bisa diperkarakan jika dalam pelaksanaan paripurna tidak sesuai prosedur.
“Kalau berlanjut ke paripurna, putusan sidang paripurna ini kan dasarnya dari putusan BK. Jadi tidak hanya BK, pimpinan juga nanti bisa bermasalah. Nanti putusan akhirnya di gubernur, apakah gubernur akan memberhentikan Ketua DPRD Kuningan? Saya tidak yakin,” pungkas Abidin. (muh)