KUNINGAN–Perumda Air Minum (PAM) Tirta Kamuning Kabupaten Kuningan secara bertahap mengganti pipa-pipa lama untuk menekan angka kebocoran. Berdasarkan hasil audit tahun 2019, tingkat kebocoran yang dialami mencapai 27 persen, lebih tinggi dari ambang batas skala nasional yakni 20 persen. Penyebab dari kebocoran itu lantaran pipa yang sekarang digunakan untuk distribusi air ke pelanggan usianya sudah tua sehingga rentan mengalami kebocoran. Ditambah lagi banyak jaringan pipa yang berada di bawah pemukiman penduduk.
Direktur PAM Tirta Kamuning Kuningan H Deni Erlanda SE MSi mengakui jika tingkat kebocoran air karena jaringan pipa yang sudah dimakan usia, menjadi penyebabnya. “Kita mencoba meminta ke pemda untuk perbaikan, tapi kita juga minta ke APBN. Tapi Insya Allah tahun 2021 nanti rencananya ada pemeliharaan dari APBN,” kata Deni Erlanda kepada awak media, Rabu (4/11).
Misalnya saja untuk pipa di Cibulan Satu, terang Deni, jaringan pipanya sudah terbilang cukup lama. Semua pipa di lokasi jaringan itu akan diganti secara keseluruhan. Jika anggaran yang diajukan ke pemerintah pusat turun, maka pergantian pipa akan segera dilakukan.
“Itu dari anggaran pusat APBN, lagi kita ajukan. Anggaran yang kita ajukan kurang lebih sekitar Rp18 miliar, tapi kita hanya menerima aset saja bukan bentuk tunai,” papar pria asal Desa Tinggar, Kecamatan Kadugede tersebut.
Deni meyakini, jika perbaikan semua pipa-pipa yang telah dianggap aus atau lama bisa menekan angka kebocoran. Jika tahun sebelumnya hasil audit kebocoran di angka 27 persen, ke depan bisa lebih dikurangi. “Ya hasil audit tahun 2019 tingkat kebocoran di kita 27 persen, ambang batasnya memang 20 persen. Tapi yang pasti, kebocoran paling jelas itu dari pendistribusian, karena kebocoran distribusi ini tidak kelihatan sebab tertimbun tanah jadi susah untuk mendeteksi,” papar Deni.
Dijelaskan, dampak dari kebocoran yang tinggi hanya berimplikasi pada debit produksi yang dihasilkan dari sumber air. Jadi air yang diproduksi dari sumbernya itu terbuang sebesar tingkat kebocoran tersebut. “Misal kita produksinya 600, kalau bocor 27 persen berapa sih yang ilang. Bukan hilang uangnya tapi hilang produksi yang bisa membuat menjadi rupiah, kalau bisa ditekan kemungkinan bisa melayani pelanggan baru,” ujarnya.