Kadiv Pelayanan dan Pemasaran PAM Tirta Kamuning Anto Riyanto menambahkan, sebagian pipa yang aus atau sudah lama paling banyak di jaringan perkotaan. “Memang sebagian besar kebocoran di kita itu dialami di wilayah perkotaan, sebab pembangunan jaringan pipa sudah dilakukan sejak tahun 1979 lalu. Jadi tidak hanya dari sisi pipa yang sudah aus, tapi tata letaknya juga sudah berubah, ada yang sudah berada di tengah jalan, bahkan sudah tertutup dengan pertokoan yang ada,” sebut dia.
Upaya perbaikan pipa-pipa tersebut dirasa cukup kesulitan. Namun upaya yang mungkin bisa dilakukan yakni mengubah jaringan pipa dengan pemasangan baru. “Kalau untuk mengubah itu kita butuh investasi yang besar. Solusi sementara yang bisa kita tempuh, mungkin juga akan kita ajukan kepada pemerintah daerah maupun provinsi dan pusat,” imbuhnya.
Lebih lanjut dikatakan Anto, sementara ini untuk menekan angka kebocoran PAM Tirta Kamuning yakni dengan perbaikan pipa tersier atau pipa-pipa kecil. Termasuk juga pergantian water meter yang rusak.
“Itu solusi yang dapat kita lakukan, sesuai dengan kemampuan dana swadaya yang ada. Sebetulnya sebagian besar sudah dilakukan perbaikan pipa, seperti jalur dari SMP 1 Kuningan sampai Perumnas Ciporang sudah diganti,” terangnya.
Dia mengaku, berdasarkan hasil audit tahun 2019 bahwa tingkat kebocoran mencapai 27,13 persen. Angka ini di atas ambang batas kebocoran nasional yakni standarnya 20 persen. “Tapi ini sudah ada penurunan berdasarkan hasil-hasil audit dari tahun-tahun sebelumnya. Misalnya, tahun 2016-2017 angkanya di atas 30 persen, jadi sekarang sudah mulai menekan tingkat kebocoran,” tutupnya. (ags)