KUNINGAN – Ketua DPRD Kabupaten Kuningan, Nuzul Rachdy yang dicopot oleh Badan Kehormatan (BK) Dewan karena melanggar kode etik, kembali bersuara. Dia menganggap, putusan BK tidak jelas. Sehingga tidak perlu ditanggapi.
Saat ditanya apakah niatnya untuk PTUN akan tetap dilaksanakan? Nuzul justru enggan memberikan tanggapan. Apakah pihaknya akan melakukan upaya untuk mem-PTUN-kan BK atau tidak. Namun dari pernyataannya, bahwa putusan BK tidak jelas, sehingga tidak perlu di-PTUN-kan.
“Yang di-PTUN-kan apa? Keputusannya kan nggak jelas. Yang disanksi oleh BK kepada saya itu apa? Gak ngerti. Bunyinya hanya sanksi sedang. Iya, rekomendasi itu kan harus berdasarkan putusan, sementara putusan BK hanya diberi sanksi sedang, terjemahan sedang itu apa dan berdasarkan apa sanksi sedang itu,” tutur Nuzul yang merupakan mantan wartawan itu.
Sebelumnya, Nuzul mengaku dirinya tidak merasa kaget dengan Keputusan Badan Kehormatan (BK) yang telah menjatuhkan sanksi sedang, dengan memberhentikannya sebagai ketua dewan.
Sejak awal dimulainya proses penyidikan terhadap kasus diksi “limbah” yang dilontarkan Nuzul Rachdy dalam wawancara di Channel Youtube, pihaknya sudah mengetahui bahwa target sanksi tersebut sudah direncanakan.
“Sejak awal Ketua BK, dr Toto Taufikurohman menyampaikan statemen di depan massa aksi, bahwa pihaknya akan menurunkan Nuzul. Bahkan menjamin kalau Zul (sapaan akrab Nuzul Rachdy) tidak turun, dirinya sendiri yang akan turun. Ini sudah menjustifikasi bahwa saya sudah bersalah, padahal pemeriksaan belum dilakukan,” kata Zul, saat dihubungi via telepon, Senin (2/11) petang.
Target penjatuhan dirinya oleh BK, menurut Nuzul, diperkuat kembali oleh statemen Wakil Ketua BK, H Purnama, bahwa tanggal 2 November akan ada sejarah baru, dalam hal ini Zul akan turun dari posisi sebagai ketua DPRD.
“Saya baru melihat sebuah peradilan yang menangani satu perkara, berjalan seperti kejar tayang dan kejar target. Padahal yang mengadukan menurut keterangan BK sendiri ada 70-an. Pertanyaannya, sejauh mana para pengadu tersebut diverifikasi secara benar sesuai dengan tata cara beracara sebelum persidangan dimulai,” kata Zul.
Fakta persidangan pun, lanjut Zul, tidak dijadikan dasar oleh BK dalam memutus perkara. Namun justru yang dijadikan pertimbangan hanya keterangan saksi yang mendengar potongan video. Ia pun mempertanyakan dari mana video itu didapatkan, karena saksi yang memberikan keterangan video tersebut bukanlah saksi fakta.