Rapat Bamus Diskorsing, Hari Ini Dilanjut

0 Komentar

Kenapa dirinya menyampaikan hal tersebut, ia beralasan karena fraksinya takut dituduh intervensi dan melanggar tatib. Sehingga ia pun mengaku takut ada tuduhan pelanggaran kode etik lagi.
“Maka tadi saya meminta kesepakatan di Bamus untuk menerima Profesor (Pantja, red). Nanti kalau saya memaksa Profesor harus hadir, nanti saya di-BK-kan lagi, melanggar tatib,” sindir Rana sambil tersenyum.
Penjelasan berikutnya disampaikan anggota Bamus dari Fraksi Golkar H Yudi Budiana SH. Mantan Ketua DPRD Kuningan ini, membenarkan Bamus mengundang alat kelengkapan dewan (AKD), dalam hal ini BK untuk hadir dalam rapat tersebut.
“Mengundang (di rapat Bamus, red) Prof Gde Pantja, gak masalah. Justru untuk menambah wawasan, pengetahuan. Karena pandangan saya, BK itu sudah memutus, selesai kan? Boleh saja (kehadiran Prof Pantja, red) itu, kan dalam aturan bisa diskresi,” jelas Yudi, seraya membolehkan wartawan hadir jika memang rapat tersebut dinyatakan terbuka.
Kenapa Prof Gde Pantja tetap hadir, padahal kemudian rapat diralat dari terbuka menjadi dinyatakan tertutup, Yudi menegaskan Prof Pantja kehadirannya di rapat Bamus karena memang diundang oleh Ketua DPRD Nuzul Rachdy, yang juga merupakan representasi dari Bamus.
“Prof Gede Panja itu diundang oleh Ketua Bamus (Nuzul Rachdy, red). Yang saya pahami, nanti (di Bamus) ada penjelasan dari BK, BK sudah bekerja ini, ini, ini. Mungkin anggota Bamus ini ingin ada penjelasan. Nah, nanti kalau BK dalam penjelasannya ada beberapa hal yang tertinggal, mungkin Prof ini bisa meluruskan, bisa menyampaikan. BK ini sudah selesai, jangan ditanya-tanya, sudah putus,” kata Yudi.
Menurutnya, Prof Gde Pantja berkapasitas sebagai tenaga ahli BK, sehingga tidak boleh dikait-kaitkan dengan sidang BK yang sudah selesai. Rapat Bamus sendiri akan merekomendasikan sidang paripurna.
“Persoalan tadi ada Profesor, apa tidak boleh kita mendengarkan penjelasan dari seorang ahli? Kita diskusi lah, dari perspektif hukumnya. Nanti ada penjelasan-penjelasan,” ujarnya.
Ia pun mengomentari statemen praktisi hukum Abdul Haris SH, yang menyebut putusan BK bisa di-PTUN-kan. Padahal menurut Yudi, yang bisa di-PTUN-kan adalah pejabat tata usaha, dalam hal ini gubernur yang mengeluarkan SK (Surat Keputusan).

0 Komentar