Tetapkan aspek kemandirian yang akan diberikan para anak, dan bersikap sabar saat anak salah atau lupa. “Contohnya melatih anak meletakkan handuk di tempatnya setelah mandi, membereskan piring/gelas setelah makan atau menyelesaikan tugas-tugas sekolah secara mandiri,” tuturnya psikolog di di RSIA Cahaya Bunda, dan RS Permata ini.
Dalam aspek interaksi sosial, karena masa pandemi diberlakukan PJJ yang artinya anak tidak dapat bertemu teman-temannya, aspek ini tetap dapat distimulasi di rumah. Misalnya meluangkan waktu untuk bermain permainan meja (monopoli, ular tangga dan lainnya) , sehingga anak belajar tentang aturan. “Bersama ibu juga bisa bersama-sama melakukan kegiatan masak bersama,”terangnya.
Bekerjasama dengan guru kelas juga bisa dilakukan, misalnya membuat Zoom khusus untuk anak-anak mengobrol dengan teman-temannya setelah pembelajaran. Jika didampingi orangtua, maka orangtua akan juga mendapat pemahaman tentang bagaimana anak berinteraksi dengan teman-temannya. “Jika sekiranya terlihat ada kesulitan, anak dapat diberikan stimulasi yang berkaitan dengan hambatannya tersebut,” ungkapnya.
Menjalin komunikasi terbuka dan saling memahami yang biasa dilakukan di rumah akan membuat anak juga akan mudah berkomunikasi dengan orang lain. Mendengarkan anak dan memahami anak akan membuat mereka belajar mendengarkan orang lain. Tentunya akan sangat bermanfaat bagi anak di masa mendatang.
Batasi penggunaan gawai untuk belajar dan bermain. Orang tua juga perlu memberi contoh untuk tidak terlalu erat dengan gawai, sehingga tidak terlihat dalam satu rumah semua asik dengan perangkatnya masing-masing. Ciptakan permainan-permainan atau kegiatan-kegiatan bersama-sama tanpa gadget. “Kelekatan anak dan orang tua menjadi terjalin, sehingga anak pun merasa nyaman di rumah,” tukasnya. (apr)