“Saya kira setiap warga negara itu mempunyai hak dan kewajiban mematuhi aturan hukum. Jadi, biarkan nanti proses (BK) berjalan. Tetapi di dalam proses itu kan nanti butuh waktu. Mulai dari verifikasi, klarifikasi, terus terkait tindak lanjut nanti di dalam penyelidikan, apakah laporan dari pengadu (Nuzul Rachdy, red) terhadap teradu (tiga pimpinan DPRD, red) ini bisa dilaksanakan untuk proses selanjutnya. Sama seperti tahapan yang lalu. Jadi, nanti lah, kan masih panjang,” jelas Deis, sapaan akrab Ketua DPC Gerindra itu.
“Bagi saya, karena kebetulan lembaga DPRD ini sudah memberikan pendidikan kepada masyarakat, bahwa semua warga negara itu mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum,” imbuhnya.
Soal adanya kritikan pedas yang dilontarkan mantan Ketua DPRD dari Fraksi PDIP Rana Suparman SSos, yang mengatakan sidang paripurna soal pemberhentian Nuzul tersebut tidak beretika karena tidak menyanyikan lagu Indonesia Raya, Deis beralasan karena saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19, dan Kuningan sempat masuk zona merah, sehingga tidak harus dilakukan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
“Karena proses diawali pada saat pandemi Covid-19 kemarin, disepakati untuk tidak dilaksanakan di masa pandemi Covid-19 ini penyanyian lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kan waktu di zona merah, kita patuh terhadap protokol kesehatan,” ujar Deis menyampaikan alasan tidak adanya lagu Indonesia Raya dalam rapat paripurna tersebut.
Lalu terhadap adanya pelaporan tiga pimpinan DPRD kepada BK, termasuk salah satu yang dilaporkan Nuzul Rachdy adalah Dede Ismail, menurutnya BK DPRD Kuningan saat ini sudah profesional, terlebih yang dilaporkan merupakan Wakil Ketua DPRD.
“BK sudah profesional, apalagi cuma kami yang wakil. Semua anggota DPRD sama, dan termasuk jajaran Badan Kehormatan juga mempunyai status yang sama, apabila nanti melanggar peraturan tata tertib, tata cara beracara maupun kode etik. Jadi, semua di mata hukum itu sama,” tegas Deis. (muh)